TEMPO.CO, Sidoarjo - Ketua Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Karya Mulya Provinsi Jawa Timur, Sukari, mengaku menemukan 10 anggotanya yang nekat berproduksi kendati instruksi mogok massal sudah disebarluaskan. Melalui Primer Koperasi Produsen Karya Mulya Sidoarjo, sweeping digelar sejak Senin dinihari tadi.
Semua anggota Koperasi Karya Mulya di Sidoarjo menggelar sweeping ke-256 home industry tempe-tahu di Desa Sepande, Kecamatan Candi, Sidoarjo, Jawa Timur. Mogok massal ini sesuai petunjuk Gakopti pusat dan efektif mogok mulai Senin hingga Rabu, 11 September 2013. "Semalam anggota kami menemukan perajin yang masih berproduksi, langsung kami bubarkan. Ini bentuk solidaritas saja," kata Sukari kepada Tempo, Senin, 9 September 2013.
Soal kerugian akibat tidak berproduksi, Sukari menegaskan, hal itu sudah menjadi konsekuensi para anggota. Ia berharap pemerintah segera mengambil langkah taktis setelah melihat dan mendengar perajin tempe menggelar mogok.
Saat ini, 256 anggota Koperasi Karya Mulya menggunakan kedelai impor. Pihaknya kesulitan mendapatkan kedelai lokal di pasaran. Ia mengklaim, 43 Primer Koperasi Tempe Indonesia (Primkopti) yang tergabung di bawah payung Puskopti Jawa Timur sepakat mogok produksi.
Setiap hari, Primer Koperasi Karya Mulya di Desa Sepande mendapat kiriman empat truk kedelai seberat 8,7 ton per truknya. Selain dijual ke mitra, kedelai impor juga dijual ke pembeli lain yang berminat. "Petani lokal enggan menanam kedelai karena belum ada jaminan harga. Harga Rp 7 ribu itu belum menarik bagi petani," katanya.
Menteri Pertanian, Suswono, mengklaim petani kedelai saat ini sedang bergairah dengan harga yang ditawarkan pemerintah sebesar Rp 7 ribu per kilogram. Aceh misalnya, kata dia, akan ada tambahan 50 ribu hektare lahan kedelai. Di Kabupaten Dompu, NTB, juga akan membuka 30 ribu hektare lahan kedelai.
Menurut Suswono, rangsangan harga Rp 7 ribu per kilogram ternyata mampu menarik minat investor dan petani lokal menanam kedelai. "Ini bukti petani cukup bergairah dengan harga Rp 7 ribu," kata Suswono seusai menghadiri Rakornas Perhimpunan Pengusaha Penggilingan Beras dan padi di Sidoarjo, Senin, 9 September 2013.
Ia menjelaskan, Aceh dan NTB sempat menyandang sentra kedelai. Namun, begitu impor kedelai dibuka, harga kedelai lokal semakin anjlok. Akibatnya, petani enggan menanam kedelai di lahan tegalan.
Sejak impor gonjang-ganjing, petani lokal mulai bergairah lagi menggarap lahan tegalan yang kurang produktif tersebut untuk ditanami kedelai. Saat ini lahan kedelai secara nasional hanya 700 ribu hektare, turun daripada tahun 1993 seluas 1,6 juta hektare. Suswono membandingkan dengan Brazil yang luasan area tanam kedelai sampai 30 juta hektare. "Petani bergairah, tapi pengrajin tahu-tempe juga tidak diberatkan dengan harga mahal. Seperti di beras, petani untung, tapi konsumen tidak diberatkan harga mahal," ucapnya.
DIANANTA P. SUMEDI
Terhangat:
Tabrakan Anak Ahmad Dhani| Jokowi Capres?| Miss World| Penerimaan CPNS Suriah Mencekam
Berita Terpopuler:
Bagaimana Dul Mengendarai Mobil? Ini Kata Temannya
Tabrakan Jagorawi, Ada Catatan Fisika di Mobil Dul
Pesan Terakhir Salah Satu Korban Tabrakan Jagorawi
Kronologi Tabrakan Jagorawi Melibatkan Anak Dhani
2 Tweet Ahmad Dhani Setelah Tabrakan Jagorawi