TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat menyatakan siap mengkaji kebijakan yang berdampak bagi ketahanan pangan. Pemerintah Abang Sam meminta tema tersebut dibahas dalam pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Bali pada Desember mendatang.
"Amerika Serikat setuju dengan India dan beberapa negara lain yang menyatakan isu ketahanan pangan di negara berkembang adalah hal penting untuk dibahas. Perdagangan yang terkait keamanan pangan harus menjadi prioritas utama," kata Duta Besar AS untuk WTO, Michael Punke, dalam pernyataan tertulisnya, Selasa, 30 April 2013 waktu Washington.
Amerika percaya yang harus dipikirkan oleh pembuat kebijakan bukan hanya bagaimana mengontrol harga barang di dalam negeri, tetapi juga menjaga kesehatan pasar. Di antaranya memastikan perdagangan hasil pertanian menjadi lebih bebas, mengurangi hambatan perdagangan di dalam negeri, meningkatkan transparansi, dan membuat sistem distribusi lebih efisien.
"Kami menyatakan keterbukaan untuk membahas hal-hal agar bisa disepakati di Bali mengenai ketahanan pangan, termasuk yang terkait dengan perdagangan dan langkah pemerintah yang dapat berkontribusi terhadap tujuan itu," kata Punke.
Pada akhir 2001, WTO mengumumkan target ambisius soal perdagangan global, di antaranya memangkas subsidi pertanian, pemotongan tarif pada produk pertanian dan manufaktur, dan membuka pasar jasa di seluruh dunia. Dua belas tahun kemudian, WTO yang gagal menyelesaikan Putaran Doha itu telah menodai reputasinya sendiri.
Alasan utama kebuntuan adalah desakan Amerika agar negara-negara berkembang yang maju seperti Cina, Brazil, dan India mau membuka pasar mereka sebagai ganti pemotongan subsidi pertanian yang diberlakukan di Amerika Serikat.
Awal bulan ini, Punke memperingatkan WTO agar tak "meluncur ke arah tidak relevan," dengan perbedaan pendapat dan keraguan tentang mencapai kesepakatan pada pertemuan di Bali untuk menghilangkan red tape dari prosedur kepabeanan. Namun, dalam pernyataannya kali ini, Punke menjadi lebih optimistik dan mendengar keluhan dari negara-negara berkembang atas permasalahan di negara mereka.
"Sejumlah negara anggota menunjukkan kesediaannya bernegosiasi. Yang dibutuhkan untuk mencapai kesepakatan di Bali adalah negara-negara yang bersedia mengambil keputusan sulit untuk memajukan negosiasi," katanya.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan RI akan melakukan misi penjualan produk makanan dan minuman Indonesia ke kawasan Amerika Utara, khususnya Kanada dan Amerika, pada 30 April-7 Mei 2013.
Menurut Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Gusmardi Bustami, kegiatan misi ini bertujuan membantu perusahaan makanan dan minuman Indonesia masuk jejaring mitra bisnis potensial (customs broker, importir, grosir, dan distributor) di Kanada dan Amerika Serikat, sebagai dasar kerja sama jangka panjang yang berkelanjutan.
"Karena sektor makanan dan minuman memiliki potensi besar di dua negara yang merupakan tempat berbaur kaum imigran terbesar, termasuk yang berasal dari benua Asia di kawasan Amerika," kata Gusmardi.
PINGIT ARIA
Topik Terhangat:
Harga BBM | Susno Duadji | Gaya Sosialita | Ustad Jefry | Caleg
Berita Terpopuler:
Di Persembunyian, Susno Punya Pengawal
Istri Eyang Subur Mengadu Ke Komnas Perempuan
Kerusuhan Musi Rawas Berlanjut, Dua Polsek Dibakar
Protes Lelang Jabatan, Lurah Warakas `Diserbu`
May Day, Ini 7 Tuntutan Buruh