TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Produsen Garam Rakyat Indonesia memprediksi produksi garam nasional mencapai 1,5 juta ton pada tahun ini. Syaratnya, intensitas musim kemarau yang tinggi sehingga mendukung masa panen selama empat bulan.
Anggota presidium asosiasi Faisal Baidawi mengatakan target produksi naik tipis dibandingkan di tahun lalu sebesar 1,45 juta ton. "Kami berharap Juni masuk kemarau sehingga Juli bisa panen raya," katanya kepada Tempo, Jumat, 19 April 2013.
Kendati produksi naik tipis, harga garam diperkirakan stagnan atau sama seperti tahun lalu, yakni kualitas I Rp 500 per kilogram, dan Rp 400 per kilogram untuk kualitas II. Harga yang berlaku ini masih di bawah patokan pemerintah, yakni Rp 750 untuk kualitas I dan Rp 550 untuk kualitas II.
Menurut Faisal, berlakunya harga di bawah patokan disebabkan pemerintah mengumumkan produksi garam bakal surplus. Akibat pengumuman itu, pengusaha enggan menyetok sehingga harga garam stagnan. Harga garam naik disebabkan kompetisi pengusaha mendapatkan garam. "Tidak ada persaingan lagi di antara pengusaha," katanya.
Selain mendorong harga pasar sesuai ketetapan, Faisal menambahkan, pemerintah wajib membantu petani meningkatkan kualitas garam dan produktivitas. Alasannya, petani hanya mampu memproduksi garam kualitas nomor wahid sekitar 25 persen dari total produksi nasional. Kemampuan petani paling banyak memproduksi garam kualitas II sebesar 35 persen dan sisanya kualitas III.
Adapun produktivitas garam dinilai rendah, yakni 80 ton per hektare. Padahal, kapasitas produksi mencapai 125 ton per hektare. "Pemerintah harus ikut campur dalam mengintervensi produksi garam," kata Faisal.
ROSALINA