TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerak Lawan (Gerakan Rakyat Lawan Neokolonialisme) menilai Indonesia tidak perlu melanjutkan keikutsertaan dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) karena justru merugikan.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice Riza Damanik mengatakan, keikutsertaan Indonesia dalam WTO justru melemahkan daya saing dan menimbulkan praktek korupsi melalui impor komoditas. "Kami mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan DPR untuk mengeluarkan Indonesia dari WTO," kata Riza dalam diskusi pangan, di Rumah Makan Dapur Selera, Jakarta, Jumat 15 Februari 2013.
Menurut dia, keikusertaan dalam WTO membuat Indonesia banyak membuat perjanjian perdagangan dengan negara lain. Perjanjian ini menjadi kesempatan bagi negara lain untuk mengintervensi kedaulatan Indonesia. "WTO telah menempatkan Indonesia pada posisi lemah hingga tidak berdaulat berhadapan dengan bangsa-bangsa di dunia," ujarnya.
Karena merugikan, lanjut Riza, Presiden didesak melakukan moratorium terhadap perjanjian-perjanjian perdagangan internasional yang diikuti dengan evaluasi terhadap perjanjian yang sudah terjadi.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih menambahkan, keikutsertaan Indonesia dalam WTO berdampak langsung terhadap meningkatnya impor pangan. Pada 2012, impor produk pangan Indonesia telah menghabiskan anggaran lebih dari Rp 125 triliun. Dana sebesar itu digunakan untuk mengimpor gandum, beras, kedelai, ikan, garam, hingga daging sapi.
Menurut dia, rezim perdagangan bebas WTO telah mengancam hak bangsa dan negara Indonesia untuk menentukan kebijakan pangan dan pertanian untuk kepentingan bangsa. Pasal-pasal dalam WTO, kata dia, telah menggerus kedaulatan pangan karena persaingan perdagangan bebas yang tidak sehat. "Dengan bergabung ke WTO, perlindungan ke petani justru hilang. Misalkan itu tetap berlangsung maka kedelai kita akan kalah bersaing dengan produksi Amerika yang luas lahannya sepanjang sungai Amazon," ujar Henry.
Ketua Koalisi Anti Utang Dani Setiawan menjelaskan, WTO adalah organisasi yang mengatur perdagangan dunia dengan menuntut negara-negara anggotanya membuka pasar secara luas melalui penghapusan berbagai hambatan dalam perdagangan. Indonesia resmi menjadi anggota WTO melalui ratifikasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Pembentukan WTO.
Dani mengungkapkan, bergabungnya Indonesia dalam WTO semakin membunuh sektor pertanian. Padahal, selama ini kontribusi sektor pertanian untuk pembangunan nasional masih tergolong kecil. Target pertumbuhan sektor pertanian juga belum mencapai target.
Sepanjang 2012, total eskpor Indonesia US$ 190,04 miliar, sedangkan impornya US$ 191,67 miliar. Artinya, masih ada defisit perdagangan US$ 1,6 miliar.
"Sektor pertanian hanya menyumbang 0,94 persen dari total ekspor non-migas Indonesia," ujarnya. Total ekspor non-migas Indonesia sebesar US$ 153,07 miliar, namun ekspor produk pertanian dalam kategori non-migas hanya sebesar US$ 5,55 miliar.
ROSALINA