TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Ito Warsito, mengatakan penawaran umum perdana (initial public offering–IPO) badan usaha milik negara (BUMN) bisa mendukung perkembangan pasar modal di dalam negeri. Sayangnya, rencana IPO BUMN ini kerap terganjal prosesnya di DPR.
"Proses pemerintahnya lambat, BUMN bilang terganjal di DPR," kata Ito, ketika dijumpai di kantornya, Senin, 8 Oktober 2012.
Saat ini, pemerintah tercatat memiliki 140 BUMN. Tetapi, selama 21 tahun ini, baru 18 BUMN yang telah mencatatkan sahamnya di bursa. Padahal, pencatatan saham di bursa akan membawa dampak positif tak hanya bagi pasar dalam negeri, tetapi juga bagi perusahaan terkait.
Ito menambahkan, memang ada beberapa BUMN yang meski sudah terdaftar di bursa, masih belum optimal kinerjanya, seperti PT Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT Indofarma (Persero) Tbk. Tetapi, masih banyak juga BUMN yang semakin sukses setelah terdaftar di bursa, antara lain PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Telkom (Persero) Tbk, dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk.
Sebenarnya, dia menambahkan, peran pemerintah untuk mendukung IPO BUMN sangat diperlukan. Apalagi, jika dalam realisasinya rencana IPO tersebut kerap terganjal di gedung Dewan. "BUMN itu selalu positif tanggapannya. Ukuran berhasilnya sederhana, nilai kapitalisasi pasarnya meningkat atau tidak," Ito mengatakan.
BUMN yang awalnya ditargetkan IPO tahun ini adalah PT Semen Baturaja (Persero), PT Pertamina Drilling Service (Persero), PT Pertamina Gas (Persero), PT GMF AeroAsia (Persero), PT Wakita Karya (Persero), dan PT PLN Engineering (Persero). Akhir Juni lalu, usulan IPO Semen Baturaja masih terhambat oleh keputusan DPR.
GUSTIDHA BUDIARTIE