TEMPO.CO, Jakarta-Badai yang menimpa saham kelompok Bakrie tampaknya belum mereda. Analis memperkirakan saham-saham kelompok Bakrie masih bisa melemah, tergantung harga komoditas global dan kinerja perseroan yang tak kunjung membaik.
Pengamat pasar modal, Probo Sujono, mengatakan saham-saham kelompok Bakrie merupakan saham dengan volatilitas yang tinggi di pasar. "Dari dulu kami telah melihat bahwa saham-saham grup Bakrie memiliki risiko yang tinggi."
Risiko tersebut, menurut Probo, disebabkan mayoritas emiten kelompok ini memiliki utang yang besar. Selain itu, tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) juga dinilai masih lemah. "Ditambah buruknya pengelolaan laporan keuangan dan kabar terakhir ada dugaan penyelewengan di Bumi Resources (BUMI) dan Berau Coal Energy (BRAU), semakin memperburuk citra emiten Bakrie secara fundamental," Probo mengatakan.
Ia mencontohkan bagaimana kerugian yang dialami BUMI pada kuartal II 2012 lalu disebabkan menurunnya harga komoditas batu bara global serta rugi kurs dan transaksi derivatif. Karena itu, dengan kondisi global yang belum pulih, banyak investor yang kini enggan melirik saham BUMI.
Meski demikian, menurut dia, saham kelompok Bakrie yang berkaitan dengan komoditas masih tetap disukai oleh investor nonkonservatif. Bagi investor jenis ini, faktor fundamental tidak jadi soal. Beberapa saham Bakrie memiliki kapitalisasi yang besar. "Semakin tinggi risikonya, mereka justru semakin tertantang dan selalu mencari timing yang tepat untuk mendapat untung jangka pendek," kata dia.
Baca juga:
Analis dari PT BNI Securities, Thendra Crisnanda, mengatakan, dengan semakin banyaknya badai yang menimpa perusahaan, sebaiknya investor menjauhi saham-saham Bakrie. "Sebaiknya menunggu laporan kuartal III 2012 serta mengamati kecenderungan permintaan komoditas di pasar global."
Thendra menambahkan, dalam beberapa hal, saham-saham kelompok Bakrie tergolong unik karena tidak selalu terikat sentimen eksternal maupun internal. "Munculnya kasus-kasus seperti telat bayar di Bakrie Telecom (BTEL) dan membengkaknya utang BUMI lebih dikarenakan tata kelola manajemen yang kurang profesional."
Senada dengan itu, analis dari PT Millenium Danatama Sekuritas, Abidin, menyarankan, investor harus tetap berhati-hati dengan saham kelompok Bakrie, terutama yang belakangan ini banyak disorot seperti BUMI dan BRAU.
Untuk jangka panjang, ia menyarankan agar investor menunggu klarifikasi resmi dari perseroan karena dikhawatirkan harganya masih bisa jatuh. "Bagi yang ingin berspekulasi jangka pendek, beli saham BUMI ketika menyentuh kisaran RP 500 per lembar."
Kepala Riset MNC Securities Edwin Sebayang mengatakan besarnya rasio utang terhadap modal (DER) BUMI juga menjadi alasan mengapa saham ini mesti dihindari. "Ditambah lagi dengan minusnya interest coverage ratio. Perlu juga dilihat bagaimana Bumi Resources dapat membayar utang-utangnya yang jatuh tempo dalam waktu dekat ini," ia menjelaskan.
Edwin menambahkan, hal ini diperparah dengan mundurnya Ari Saptari Hudaya sebagai Non-Executive Director Bumi Plc. Ini akan semakin membuat runyam permasalahan BUMI. "Yang ditunggu adalah alasan kenapa Ari Hudaya mundur. Apakah ini suatu upaya pengambilalihan secara paksa atau hostile take over."
Meski kabar buruk tengah menimpa, saham BUMI pada perdagangan Selasa, 25 September 2012, ditutup menguat 10 poin atau 1,47 persen ke level Rp 690 per saham dibandingkan posisi sehari sebelumnya. Penguatan saham juga terjadi di perusahaan-perusahaan grup Bakrie lainnya.
Saham PT Energi Mega Persada naik 6 poin (7,14 persen) hingga ke angka Rp 90. Begitu pula dengan PT Bumi Resources Minerals Tbk naik 30 poin (6,00 persen) hingga Rp 530 per saham. Adapun saham PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk juga naik 5 poin atau 3,76 persen ke level Rp 138 per saham. Saham emiten properti Bakrie, PT Bakrie Development Tbk, pun beranjak ke level 54 atau naik 3,85 persen.
Sementara itu, emiten telekomunikasi milik Bakrie, PT Bakrie Telecom Tbk, juga naik 5 poin atau 6,76 persen ke level 79. Begitu pula dengan PT Visi Media Asia yang sahamnya naik 65 poin (13,98 persen) ke level Rp 530 per saham. Dari seluruh perusahaan Bakrie, hanya saham PT Berau Coal Energy Tbk saja yang mengalami penurunan 6 poin atau 3,23 persen ke level Rp 180 per saham.
SUTJI DECILYA| M. AZHAR
Berita populer:
Saham Kelompok Bakrie Benamkan IHSG
Delhi Metro Jadi Konsultan Proyek MRT Jakarta
Kegiatan Bandara Soekano-Hatta Tak Terganggu Kebakaran
Indonesia Diklaim Lebih Baik dari OECD dan BRICS
SPBG Pemerintah Mulai Beroperasi 2013