TEMPO.CO, New York - Harga minyak mentah jenis WTI tetap berada di atas US$ 94 per barel diperdagangan elektronik Asia setelah persediaan minyak turun secara tak terduga dan penjualan ritel Amerika Serikat (AS) tumbuh ke level tertingginya dalam tiga bulan terakhir.
Harga minyak untuk antaran bulan September hari ini kembali naik 7 sen menjadi US$ 94,4 per barel, yang merupakan level tertingginya sejak pertengahan Meli lalu. Dalam perdagangan Rabu kemarin harga minyak ditutup mengaut 90 sen menjadi US$ 94,33 per barel di Bursa Komoditas New York.
Demikian pula di Bursa Berjangka London, harga minyak jenis Brent naik 2 sen menjadi US$ 114,33 per barel.
Departemen Energi AS, mengatakan persediaan minyaknya turun 3,7 juta barel pekan lalu menjadi 366,2 juta barel. Hal ini menunjukkan kuatnya permintaan. Para analis sebelumnya memprediksikan cadangan minyak AS akan turun 1,5 juta barel, menurut Platts, informasi energi dari McGraw-Hill.
Ini menandai penurunan mingguan ketiga beruntun yang cukup besar pasokan minyak. Penurunan persediaan ini memicu kenaikan harga minyak. “Membaiknya penjualan ritel AS dari perkiraan para analis juga turut menopang kenaikan harga minyak mentah,” kata analis energi Stephen Schork.
Hal ini mengindikasikan bahwa warga AS telah menghabiskan uang belanja lebih banyak, dengan harapan permintaan minyak juga akan tumbuh. “Meningkatnya belanja ritel di bulan Juli kemarin ke level tertingginya dalam lima bulan terakhir merupakan indikator bahwa ekonomi berada dalam pemulihan,” ujar Schork dalam laporannya.
Harga minyak pemanas naik sedikit menjadi US$ 3,086 per galon. Sedangkan harga bensin turun hampir 1 sen menjadi US$ 3,076 per galon. haga gas alam naik 2,1 sen menjadi US$ 2,769 per mBtu.
AP | VIVA B. K