TEMPO Interaktif, Jakarta - Penerimaan negara dari hasil tambang di luar minyak dan gas bumi dinilai masih terlalu rendah bahkan cenderung menurun. Dari target penerimaan sumber daya alam Rp 192 triliun, pertambangan umum hanya mampu menyumbang sekitar Rp 15,4 triliun.
"Atau hanya satu persen dari penerimaan negara secara keseluruhan walaupun Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan alam besar," kata Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri Indonesia Didik J. Rachbini di Jakarta, 19 September 2011.
Baca Juga:
Hal itu terjadi karena pertambangan non migas belum dilindungi pemerintah sehingga pengolahannya didominasi pihak asing. Padahal pengelolaan pertambangan non migas lebih murah karena ada di permukaan bumi dibanding dengan eksploitasi tambang migas.
Didik meminta pemerintah segera mengambil sikap tegas dalam melindungi sumber daya alam dalam negeri. Seperti memprioritaskan pengusaha dalam negeri dan melarang hasil tambang diekspor dalam bentuk mentah. “Mesti diolah terlebih dahulu," ujarnya.
Saat ini sebagian besar hasil tambang non migas diekspor dalam bentuk mentah. Bahkan, hampir seluruh produksi bauksit, biji nikel, feronikel, dan biji besi hampir diekspor dalam bentuk mentah. Tiap tahun produksi bauksit mencapai 15 juta ton, biji nikel 7 juta ton, dan feronikel 18 ribu ton.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tatang Sabarudin mengatakan, pemerintah mendorong industri dalam negeri meningkatkan nilai tambah melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Selambat-lambatnya lima tahun sejak undang-undang tersebut diundangkan atau 2014, kebijakan tersebut wajib berlaku. Rencana pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral dan batu bara pun telah diusulkan dalam master plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia.
Tapi, menurut Ketua Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia Edward S. Pinem, pemerintah harus berhati-hati menghentikan ekspor bahan tambang mentah. "Harus ada pengawalan. Jangan sampai saat aturan diterapkan, industri hilir tidak siap untuk menyerap produksi industri yang telah dilarang diekspor itu," katanya.
AGUNG SEDAYU