TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah mengusulkan subsidi untuk bahan bakar nabati (BBN) Bioethanol dan Biodesel. Direktur Jendral Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Evita Herawati Legowo, mengusulkan Bioethanol mendapat subsidi Rp 3.500 per liter dan Biodesel Rp 3.000 per liter.
Evita menyatakan subsidi ini dilakukan agar pemanfaatan BBN lebih optimal. ''Karena selama ini realisasi pemanfaatan Biodesel dan Bioetanol sangat rendah,'' kata dia dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Energi DPR, di Jakarta, Selasa 7 Juni 2011 kemarin.
Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM no 32/2008 mandatory (kewajiban) pemanfaatan BBN pada 2010 untuk transportasi (baik dengan subsidi dan nonsubsidi) serta untuk industri mencapai antara 3-7 persen dari total bauran energi. Realisasi pemanfaatan Biodesel hingga April 2011 hanya mencapai 116.449 kiloliter atau 8,98 persen dari kewajiban 1,297 juta kiloliter. Sementara Bioetanol dari mandatory sebanyak 694 ribu kiloliter, tapi tak ada realisasi pemanfaatannya.
Selama ini, kata Evita, Bioethanol tak termanfaatkan sesuai mandatory karena bahan bakunya digunakan oleh industri farmasi dan kosmetik.''Mereka berani bayar lebih mahal,'' kata dia. Saat ini, kata dia, banyak produsen BBN yang mengurangi produksinya
Pemanfaatan BBN, kata dia, bisa meningkatkan industri pertanian. ''Produksi BBN bisa lebih menyerap tenaga kerja dibanding produksi BBM,'' kata dia. Dalam hitungannya, setiap produksi 800 ribu kiloliter Biodesel dari sawit akan menyerap tenaga kerja on farm sebanyak 90 ribu orang dan 400 tenaga kerja off farm. Saat ini kapasitas terpasang Biodesel mencapai 3,9 juta kiloliter dan Bioetanol mencapai 153 ribu kiloliter.
Jika dengan mekanisme penjatahan produksi BBN pada 2012 akan mencapai 886 ribu kiloliter. Dengan jumlah ini, maka perlu subsidi Rp 2,77 triliun.
Adapun jika dengan mekanisme pengawasan maka produksinya akan mencapai 974 ribu kiloliter. Dengan jumlah ini, maka perlu subsidi 3,04 triliun.
Jika tanpa penjatahan atau pengawasan, maka produksinya akan mencapai 1,063 juta kiloliter. Dengan jumlah ini, maka perlu subsidi Rp 3,32 triliun.
NUR ROCHMI