TEMPO Interaktif, Jakarta - Perusahaan Umum Bulog belum berencana menggelar operasi pasar untuk menekan tren kenaikan harga beras yang terjadi sejak awal Mei. Direktur Utama Bulog, Sutarto Alimoeso, mengatakan, kenaikan harga beras tidak terlalu signifikan untuk melakukan stabilisasi harga.
"Kenaikan harga beras biasa terjadi pada Mei dan Juni,” ujarnya, akhir pekan lalu, namun, lanjut dia, “perkembangan kenaikan harga masih dalam kisaran nol koma sekian persen. Penggunaan instrumen Bulog harus berdasarkan rapat terbatas antarkementerian.
Kenaikan harga beras bergantung pasokan dan kebutuhan serta spekulasi pedagang. Rata-rata kebutuhan beras 2,7 juta ton. Peran Bulog dalam menstabilkan harga hanya 10 persen atau 260 ribu ton per bulan dalam bentuk beras miskin. "Sisanya yang menentukan harga adalah pedagang," ujarnya.
Pedagang acap membuat ekspektasi harga dengan melihat produksi di tingkat petani serta kemampuan Bulog menyediakan stok dalam negeri. Saat ini cadangan beras pemerintah di gudang Bulog sekitar 1,7 juta ton. "Cukup untuk kebutuhan hingga enam bulan," tutur Sutarto.
Data Kementerian Perdagangan mencatat, harga beras medium pada pekan pertama Mei sekitar Rp 7.018 per kilogram naik menjadi Rp 7.033 pada minggu kedua. Pada minggu ketiga dan keempat harga naik menjadi Rp 7.047 dan Rp 7.057 per kilogram. Harga pada 31 Mei tercatat Rp 7.077 per kilogram.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Udhoro Kasih Anggoro, menjelaskan, kenaikan harga dapat pula dipengaruhi infrastruktur, pasokan, dan gangguan musim sehingga produksi turun. "Tapi harus dilihat keseluruhan. Penggunaan teknologi dapat meningkatkan produktivitas.”
Saat ini petani memasuki masa tanam kedua. Musim tanam sejatinya terjadi pada Oktober-Maret, April-Juni, dan Juli-September. Musim tanam akan mempengaruhi produksi. Tapi Anggoro mengingatkan, keberhasilan atau kegagalan produksi dalam negeri bukan ditentukan kemampuan Bulog menyerap beras.
Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, mengatakan, kenaikan harga beras akan terus terjadi hingga akhir tahun. Sebab beberapa bulan ke depan sudah masuk bulan puasa, hari raya, dan musim paceklik. Situasi paling gawat biasanya terjadi saat paceklik selama Oktober-Januari.
Pada kondisi itu Bulog harus mampu menyerap beras secara maksimal, setidaknya 60-65 persen dari target 3,5 juta tahun ini. Jika kenaikan harga beras semakin tinggi, kata Khudori, Bulog harus menjaga cadangan beras nasional. Caranya bisa melalui penyerapan beras petani, operasi pasar, dan mengatur buka-tutup impor.
ROSALINA | BOBBY CHANDRA