Menurut Koordinator KIDP Eko Maryadi, dunia penyiaran tidak lagi mencerminkan demokratisasi penyiaran yang mengandung dua asas yaitu keberagaman isi siaran dan keberagaman kepemilikan. Dua asas penyiaran ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.
"Dunia penyiaran saat ini dikuasai segelintir orang dan korporasi," ujar Eko, hari ini.
Pemusatan kepemilikan terlihat pada kelompok penyiaran. Grup MNC menguasai tiga stasiun televisi sekaligus yaitu RCTI, MNC TV, dan Global TV. Tren penguasaan juga terjadi pada stasiun televisi Trans TV dan Trans 7 serta Tv One dan ANTV.
Potensi penguasaan kepemilikan diperkirakan juga akan terjadi pada proses merger SCTV dan Indosiar yang direncanakan akan terjadi dalam waktu dekat. "Izin penyiaran tidak bisa dipindahtangankan, harus dikembalikan ke negara," ujar Paulus Widiyanto dari Masyarakat Citra Media.
Absennya keberagaman kepemilikan stasiun televisi ini diperburuk dengan pelanggaran penguasaan frekuensi dalam satu daerah penyiaran. Sebab saat ini lazim terlihat televisi swasta yang berada dalam satu kelompok usaha bersiaran di satu daerah yang sama.
Padahal Undang-Undang melarang stasiun televisi dengan kepemilikan yang sama bersiaran di satu wilayah. "Penguasaan terjadi di tingkat pusat dan daerah," ujar Amir Effendi Siregar dari Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media).
KIDP menilai pelanggaran yang terjadi di dunia penyiaran akibat kelalaian Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Karena itu Koalisi mendesak agar ketiga lembaga tersebut menegakkan peraturan bidang penyiaran dengan menindak Grup MNC, dan tak memberikan izin pengambilalihan Indosiar oleh PT Elang Mahkota Tekonologi sebagai induk usaha SCTV.
ANTON WILLIAM