Sebab, aturan baru itu bisa memberi kepastian kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atas penetapan pembayaran pajak selama beroperasi di Indonesia. “Peraturan itu juga memuat pembebasan barang masuk atas kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, namun tetap memberikan kontribusi terhadap perekonomian negara dan masyarakat luas,” katanya di Jakarta, Kamis (10/2).
Aturan cost recovery membahas lebih jelas dan lengkap mengenai pajak penghasilan untuk pendapatan di luar kontrak. Selain itu ada juga tambahan daftar negatif yang sebelumnya tertera dalam Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2008 tentang jenis-jenis biaya kegiatan hulu minyak dan gas bumi, yang tidak dapat dikembalikan kepada KKKS.
Sebelumnya ada 17 jenis biaya yang tidak dapat dikembalikan kepada KKKS. Jumlah itu ditambah 7 lagi menjadi 24 jenis dalam PP Cost Recovery. Dengan menambah item jenis pembiayaan itu diharapkan memperjelas perhitungan perpajakkan. Menurut Darwin, penambahan itu rupanya memicu tanda tanya publik.
Penyusunan PP Cost Recovery juga terkait dengan UU No 36 tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan, dan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2009. Aturan mengenai cost recovery ini, berlaku untuk kontrak kerja sama yang baru. Kontrak kerja sama yang ditandatangani sebelum PP disahkan, masih tetap berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya kontrak.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Evita Herawati Legowo sempat mengatakan, Peraturan baru ini memberikan kepastian hukum, yang diyakini akan mampu menarik dan meningkatkan investasi di sektor migas."Dengan adanya kepastian hukum orang menjadi lebih berani berinvestasi," katanya.
MUHAMMAD TAUFIK