Kerancuan aturan baru itu, menurut Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah Rukma Setya Budi, karena beberapa provinsi masih belum seragam menerapkan denda maupun retribusi kelebihan muatan di jembatan timbang.
Ia mencontohkan Provinsi Jawa Tengah memberlakukan denda kelebihan muatan 0 persen. Jika kelebihan muatannya di atas lima persen maka akan ditilang dan kendaraan tersebut tidak akan boleh masuk ke Jawa Tengah. "Padahal, Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur memberlakukan kelebihan muatan hingga 25 persen," kata Rukma di ruang kerjanya, Senin (3/1/11).
Rukma mencontohkan jika ada truk dari Tangerang ingin ke Surabaya yang membawa kelebihan muatan hingga 25 persen, maka ia bisa lolos dari wilayah provinsi Jawa Barat. Namun, kendaraan tersebut tidak bisa masuk ke Jawa Tengah karena kelebihan muatannya lebih dari 5 persen. "Pada titik inilah nanti akan sangat rawan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti pungutan liar," ujar Rukma.
Rukma membayangkan jika seorang sopir sudah melakukan perjalanan jauh dari Tangerang dan harus tertahan di Jawa Tengah, tepatnya di jembatan timbang Brebes, maka akan timbul kerawanan. "Bisa menimbulkan berbagai macam kemungkinan karena bisa saja seorang sopir hanya memikirkan bagaimana bisa tetap melanjutkan perjalanan ke Jawa Tengah," ujar Rukma.
Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Provinsi Jawa Tengah Urip Sihabudin menyatakan, pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 dilaksanakan per 1 Januari 2011. Ia menegaskan, mulai 1 Januari tidak ada kompromi lagi terhadap kelebihan muatan, termasuk adanya pungutan apapun di jembatan timbang. Urip juga meminta agar petugas tidak main mata atau menerima suap dari para sopir.
Ditambahkannya, kelebihan muatan di atas 5 persen akan dikenakan tilang. Angka 5 persen merupakan besaran deviasi terhadap nol persen kelebihan muatan. Urip mengakui, di provinsi lain mengatur kelebihan 5 hingga 20 persen dikenakan kompensasi. Namun, untuk Jawa Tengah tidak.
ROFIUDDIN