TEMPO Interaktif, Bogor - Ketua Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat Akhmad Muqowam mengatakan, tanggung jawab menjaga ketahanan pangan adalah kewenangan pemerintah dan bukan Perusahaam Umum Bulog. Sebab, tugas Bulog adalah sebagai stabilisator harga beras dalam negeri dan sebagai perusahaan harus mencari untung. "Tanggung jawab gejolak harga beras yang sangat tinggi, merupakan tanggung jawab Presiden melalui Kementerian Pertanian, bukan Bulog yang fungsinya hanya sebagai operator," katanya pada acara Media Gathering Bulog, di Cisarua, Bogor, Sabtu (4/12).
Tingginya harga beras disinyalir karena ketidakmampuan Bulog menyerap beras petani lokal. Ketidakmampuan ini akibat Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terlalu rendah. Sedangkan HPP ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Koordinator Perkonomian. ''Bulog tidak bisa melakukan pembelian beras petani di atas HPP Rp 5.060, padahal di musim paceklik petani menjual beras di atas Rp 6.000,'' katanya. Sehingga, Bulog tak bisa disalahkan jika terjadi lonjakan harga beras di pasar.
Ketidakmampuan penyerapan ini menyebabkan Bulog mengambil kebijakan impor tambahan sekitar 250 ribu ton dari Thailand. Jumlah ini merupakan tambahan impor sebelumnya sebesar 600 ribu ton, terdiri 550 ribu ton dari Vietnam dan 50 ribu ton dari Thailand.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Udhoro Kasih Anggoro mengatakan, saat ini terdapat 9,5 juta kepala keluarga rata-rata hanya memiliki luas lahan 0,5 hektar. "Dari jumlah itu, banyak yang tidak bisa mengimplementasikan teknologi budidaya tanaman pangan," ujarnya.
ROSALINA