TEMPO Interaktif, Jakarta -Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR Andi Rahmat menyatakan, Indonesia menghadapi masalah serius dengan masalah konsolidasi investasi. Pihaknya menilai, pemerintah butuh kebijakan proteksi investasi, tapi juga sekaligus national procurement (pengadaan barang dan jasa).
"Seperti yang sudah disampaikan oleh Bapak Presiden tadi, kita ada permasalahan serius, usaha kita untuk mengkonsolidasikan investasi," kata Andi pada sejumlah wartawan, di gedung DPR Senin (16/8) siang ini.
Konsolidasi investasi yang tidak memadai ini akhirnya tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dengan masimal.
Ia melanjutkan, salah satu kekurangan pemerintah adalah tidak melakukan proteksi pada investasi. Menurutnya, pengadaan proteksi pada investasi harus dilakukan. "Saya menganggap, harus ada proteksi," katanya.
Namun, jika pemerintah takut memberlakukan proteksi, maka pihaknya menyarankan menyederhanakan istilah proteksi menjadi protection policy atau kebijakan proteksi.
Dia mencontohkan, pemberlakuan proteksi investasi sudah dilakukan di Singapura dan Malaysia. Begitu juga dengan Cina yang gencar mengkampanyekan, national procurement. "Cina membuat kebijakan keras, walau diprotes negara lain, tapi diperbolehkan WTO, mereka melakukan procurement, national procurement," katanya.
Sedangkan, procurement Indonesia dinilainya unik terutama untuk advance barang-barang yang sophisticated, semi sophisticated. Meski di bidang telekomunikasi, pemerintah sudah menetapkan kebijakan untuk jatah pengelolaan dalam negeri.
Sebelumnya dalam pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di gedung DPR tadi siang mengakui salah satu sumbatan dalam memperbaiki iklim investasi adalah peraturan peraturan perundang-undangan di bidang infrastruktur.
"Kita benahi peraturan perundang-undangan di bidang infrastruktur untuk memperbaiki iklim investasi," kata Presiden. Selain membenahi peraturan, menurut Presiden, juga merevisi peraturan perundang-undangan yang dianggap menghambat kerjasama pemerintah dan swasta dalam proyek pembangunan proyek infrastruktur.
FEBRIANA FIRDAUS