TEMPO Interaktif,
Jakarta -PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) mengaku tidak gentar menghadapi dibukanya pasar bebas ASEAN-Cina. "Untuk tahun 2010, harga kita masih di bawah harga (pupuk) Cina," kata Direktur Utama Dadang Heru Kodri di kantornya di Kemanggisan, Jumat (5/2).
Harga pupuk urea keluaran perusahaan pelat merah itu sekitar US$ 270 atau Rp 2,5 juta per ton. "Harga itu bisa bertahan sampai 2012," katanya.
Negeri tirai bambu, dia melanjutkan, memiliki kemampuan produksi hingga 134 juta ton per tahun. Jauh melampaui kapasitas Pusri beserta empat anak usahanya: PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Pupuk Kalimantan Timur, yang cuma 2,15 juta ton per tahun.
Jumlah itu pun tidak bisa tercapai sepenuhnya karena sejak 1995 kapasitas produksinya terbatas antara 2,05 hingga 2,1 juta ton per tahun. "Karena pabrik kami sudah tua, di atas 30 tahun semua," kata Direktur Produksi Indra Jaya. Tahun ini Pusri menargetkan produksi 2,05 juta ton.
Dadang mengatakan Cina bukan sepenuhnya negara pengekspor pupuk. "Cina negara trader, kapasitas besar perilaku tidak bisa ditebak," katanya.
Salah satu cara untuk melindungi produksi pupuk nasional, Dadang melanjutkan, adalah menerapkan Standar Nasional Indonesia pada pupuk. "Produk kami sudah SNI semua," katanya.
Cara lain adalah dengan menerapkan pelabuhan tunggal, misalnya Belawan di kota Medan sebagai pintu masuk pupuk impor. "Sehingga ada kenaikan biaya dari ongkos bongkar muat barang," kata Dadang.
Reza M