TEMPO Interaktif, Jakarta - Petani tebu meminta rencana pemerintah untuk merevisi tata niaga gula ditinjau ulang. "Sebab, revisi yang akan dilakukan justru akan menghancurkan industri gula," kata Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (Aptri), Arum Sabil, ketika dihubungi Tempo, Ahad (13/12).
Pernyataan tersebut terkait rencana Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang akan mengevaluasi kebijakan sektor gula. Evaluasi salah satunya dengan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004 yang mengatur kebijakan tata niaga gula.
Baca Juga:
Pada peraturan tersebut, segmentasi pasar gula dibedakan antara gula rafinasi untuk kebutuhan industri dan gula tebu atau kristal putih untuk konsumsi rumah tangga. Kelak tidak ada lagi perbedaan yang mengacu pada segmentasi pasar gula, tetapi lebih kepada incumsa gula atau kadar keputihan gula. Menteri melihat segmentasi pasar itu yang menyebabkan pasokan dan permintaan gula tidak berjalan baik.
Bila tidak ada segmentasi gula kristal putih untuk konsumsi dan gula rafinasi untuk industri, maka, nantinya gula rafinasi bisa masuk ke pasar konsumsi. "Sehingga bisa menekan harga," kata Arum.
Arum menilai, alasan merevisi aturan karena pasokan dan permintaan gula yang tidak berjalan baik, tidak masuk akal. Menurut dia, permasalahan pasokan gula bukan disebabkan karena aturan. "Untuk tahun ini, kekurangan stok karena industri mengambil gula konsumsi karena harga gula dunia mahal," kata dia.
"Seharusnya, untuk memecahkan masalah itu, dengan segera melakukan revitalisasi pabrik gula," kata dia.
Arum lalu menyebutkan, sejak 2003 hingga 2008, sudah terjadi peningkatan produksi gula lokal. "Pada 2003, produksi gula hanya 1,6 juta ton setahun. Sedangkan pada 2008, produksi gula bisa mencapai 2,7 juta ton setahun," kata dia.
Arum menjelaskan, peningkatan produksi gula oleh petani karena adanya kepastian harga gula di pasaran. "Petani terdorong untuk menanam tebu lebih banyak dan ekspansi," ujarnya.
Dia menyebut, kepastian harga yang tercipta di pasaran, justru karena aturan tata niaga gula yang sekarang bisa mengurangi gula impor ilegal yang beredar di pasaran. "Sebab, gula yang impor jelas gula rafinasi untuk industri. Jadi, kalau ditemukan gula rafinasi di pasaran, lebih mudah diusut asal pengimpor," kata dia.
Aria Bima, Anggota Komisi VI, bidang Perdagangan, Perindustrian, BUMN, Koperasi dan UKM serta Investasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah jangan hanya memikirkan kepentingan konsumen saja. "Tetapi juga bagaimana melindungi masyarakat petani tebu," kata dia.
Aria mengkhawatirkan setelah revisi, nantinya, pasar gula konsumsi juga dibanjiri gula rafinasi. "Kalau gula rafinasinya produksi dalam negri, mungkin tidak masalah," kata dia.
Maka, Aria meminta agar pemerintah fokus saja untuk merevitalisasi pabrik gula. "Agar swasembada tercapai, bisa menggantikan gula impor dan bahkan ke depan bisa mengekspor gula," kata dia.
EKA UTAMI APRILIA