TEMPO.CO, Jakarta - PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex memiliki utang terbesar pada PT Bank Central Asia tbk. Sritex sendiri tercatat berutang pada 27 bank dan tiga multifinance. Executive Vice President (EVP) Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, mengatakan bank akan tetap menghormati proses dan putusan hukum dari Pengadilan Niaga tersebut. “BCA juga menghargai langkah hukum kasasi yang sedang diajukan oleh debitur yang bersangkutan,” ujarnya dalam pernyataan resmi yang dikirim pada Senin, 4 November 2024.
BCA menurut Hera, terbuka berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait. Termasuk dengan pihak kurator yang ditunjuk oleh pihak pengadilan untuk mencapai solusi atau penyelesaian terbaik bagi debitur dan seluruh kreditur yang ada.
Menyitir laporan keuangan konsolidasian Sritex di semester 1 2024, utang perusahaan legendaris itu kepada BCA mencapai US$ 82,6 juta, atau setara Rp 1,29 triliun (kurs 15.764 per dolar). Jumlah tersebut terdiri dari utang jangka pendek US$ 11,3 dan jangka panjang US$ 71,3.
Sebelumnya Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, Dian Ediana Rae, mengatakan hingga September 2024, utang Sritex di 27 bank dan tiga multifinance mencapai Rp 14,64 triliun. Dia mengatakan perbankan sebetulnya sudah mempertimbangkan berbagai aspek sebelum memberikan pembiayaan.
Masalah yang dialami perusahaan tentu sudah diantisipasi oleh bank. Sehingga Ia yakin bank punya mekanisme yang mapan dalam menghadapi situasi seperti ini. “Termasuk masalah kemampuan Sritex untuk membayar dan juga tentu saja memperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi,” ujarnya dalam konfrensi pers hasil rapat dewan komisioner yang disiarkan daring di laman Youtube OJK.
Pilihan editor: Bahlil Usul Subsidi LPG Dipertahankan Karena Terkait Dengan UMKM