TEMPO.CO, Jakarta - PT Kimia Farma (Persero) Tbk mencatat rugi tahun berjalan yang diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp421 miliar per 30 September 2024. Angka ini meningkat 137,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yakni Rp177 miliar.
Sementara itu, penjualan bersih Kimia Farma hingga triwulan ketiga 2024 besarnya Rp7,8 triliun dengan beban pokok penjualan sebesar Rp5,5 triliun. Penjualan Kimia Farma terhitung meningkat dari periode yang sama tahun lalu yakni Rp7,7 triliun, namun beban pokok penjualan juga mengalami peningkatan yang lebih tinggi dari tahun lalu di angka Rp4,8 triliun.
Terpisah, Menteri BUMN Erick Thohir, mengatakan Kimia Farma bersama Indonesia Investment Authority (INA) yang menjadi salah satu investornya, sedang melakukan reroute bisnis. Ia mengatakan pentingnya remodeling Kimia Farma sebagai industri dan apotek agar lebih berkelanjutan.
“Kita mesti jaga dengan persaingan yang sekarang terjadi,” kata Erick dalam konferensi pers perkembangan Biofarma yang merupakan induk Kimia Farma di Kantor Kementerian BUMN, Jumat, 1 November 2024.
Sejak tahun lalu, Kimia Farma mengalami kinerja keuangan yang negatif. Perusahaan ini melaporkan kerugian usaha sepanjang 2023 mencapai Rp1,8 triliun. Kerugian itu membengkak dari posisi 2022 yang sebesar Rp126 miliar. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Kimia Farma Lina Sari mengungkapkan terdapat sejumlah faktor penyebab kerugian di sisi operasional.
"Ada inefisiensi pabrik, kapasitasnya terlalu besar tapi utilisasinya rendah," ujar Lina dalam konferensi pers, Selasa malam, 25 Juni 2024, di Gedung ILHI Bio Farma Grup, Cipinang, Jakarta Timur.
Berikutnya adalah kerugian yang bersumber dari produk yang tidak terserap dan sudah masuk dalam masa kedaluwarsa atau expired date. "Dari sisi komposisi produk di 2023 juga didominasi oleh produk-produk yang bermargin rendah," kata Lina.
Ghoida Rahma berkontribusi pada artikel ini.
Pilihan Editor: Kimia Farma: Upaya Pembenahan hingga Kerugian