TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu pabrik tekstil terbesar di Indonesia, PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk, dipailitkan berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Niaga Semarang, 21 Oktober 2024. Ancaman PHK terhadap karyawan membuat Presiden Prabowo memerintahkan 4 menterinya membantu.
Perusahaan langsung mengajukan kasasi untuk melawan keputusan tersebut. Hal itu dilakukan agar perusahaan tidak ditutup dan asetnya disita untuk membayar kewajibannya.
Dampak dari penutupan perusahaan adalah ancaman PHK karyawan yang jumlah puluhan ribu orang.
Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menyebutkan pemutusan hubungan kerja (PHK) haram dalam usaha Sritex.
"PHK itu adalah kata-kata yang sangat tabu, haram di dalam pelaksanaan usaha kami. Maka dari itu kami ingin meyakinkan juga kepada seluruh karyawan/karyawati bahwa usaha Sritex saat ini tetap normal," kata Iwan Kurniawan Lukminto di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin, 28 Oktober 2024.
Ia mengatakan sejauh ini kewajiban perusahaan terhadap karyawan tidak mengalami keterlambatan.
Meski demikian, ia tidak memungkiri adanya efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan.
"Namun putusan efisiensi semuanya berdasarkan keputusan bisnis. Di mana semua itu diputuskan karena kami memang tidak bisa atau market masih belum ada pembelinya. Makanya dilaksanakan efisiensi, bukan karena kebangkrutan kami," katanya.
Ia mengatakan mengenai keputusan pailit tersebut saat ini pihaknya tengah berupaya menangani masalah ini dengan serius.
"Dalam arti kami mengupayakan sekuat tenaga untuk naik banding di Mahkamah Agung supaya Mahkamah Agung memberikan satu keputusan untuk mencabut atau membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Semarang tanggal 21 Oktober lalu," katanya.
Selain itu, pihaknya juga masih menjalankan konsolidasi secara internal dan eksternal sambil menanti putusan Mahkamah Agung.
"Di dalam proses menunggu keputusan Mahkamah Agung ini, kami akan dihadapkan oleh kendala-kendala teknis yang akan terus kami antisipasi untuk menormalisasi kegiatan usaha Sritex," katanya.
Awal Mula Gugatan Pailit
Menurut dia, keputusan pailit dimulai pada tahun 2022 saat Sritex memasuki fase PKPU atau disebut juga dengan penundaan kewajiban pembayaran utang. Perusahaan tekstil di Sukoharjo, Jawa Tengah itu, mengalami kesulitan pembayaran utang menyusul pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir 3 tahun hingga menurunkan daya beli masyarakat.
"Di situ kami melalui proses yang cukup panjang, utang-utang yang perusahaan kami punya ini mempunyai satu kesepakatan yaitu perjanjian homologasi atau perjanjian pembayaran utang. Istilahnya kalau yang utang misalnya 5 tahun, lalu diperpanjang menjadi 7 tahun, yang utangnya 6 tahun diperpanjang menjadi 9 tahun. Jadi bayarnya diberikan kesempatan waktu," katanya.
Ia mengatakan awalnya perjanjian perdamaian tersebut disahkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
"Semua juga sudah sesuai dengan aturan, sesuai dengan kewajiban kami untuk membayar sesuai dengan perjanjian ini. Namun salah satu dari pihak yang kurang tanggung jawab, mereka melayangkan tuntutan kepada kami untuk membatalkan perjanjian homologasi ini, perjanjian perdamaian ini," katanya.
Ia mengaku kurang mengetahui alasan PN Niaga Semarang pada akhirnya mengabulkan tuntutan tersebut, sehingga surat perdamaian homologasi yang ditandatangani tahun 2022 itu batal.
"Sehingga perusahaan kami dibilang perusahaan yang pailit," katanya.
Pengadilan Semarang dalam putusannya 2 September 2024, seperti dikutip dari laman SIPP pengadilan, disebutkan bahwa Sritex dan 3 anak usahanya PT Bitratex Industries, PT Primayudha Mandirijaya dan PT Sinar Pantja Djaja "telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon (PT Indo Bharat Rayon) berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022."
Selain itu, Pengadilan juga memutuskan:
- Menyatakan batal Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor No. 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg Tanggal 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi).
- Menyatakan Pt Sri Rejeki Isman Tbk, Pt Sinar Pantja Djaja, Pt Bitratex Industries, Dan Pt Primayudha Mandirijaya pailit dengan segala akibat hukumnya.
- Mengangkat Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Semarang untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta para termohon.
- Menunjuk dan mengangkat:
Denny Ardiansyah, Nur Hidayat, Fajar Romy Gumilar, Nurma Candra Yani Sadikin untuk bertindak selaku Kurator dalam proses kepailitan perkara.
Berikutnya: Prabowo Perintahkan 4 Menteri Turun Tangan