TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyinggung pidato Presiden Prabowo Subianto tentang yang kaya membantu yang miskin, yang miskin bersatu. Pidato yang disampaikan Prabowo itu setelah dilantik sebagai Presiden di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada hari Minggu lalu, 20 Oktober 2024.
"Pak Presiden Prabowo kan jelas dalam pidato kenegaraannya di MPR dalam pelantikan. Yang kuat, yang kaya membantu yang lemah dan yang miskin. Yang lemah dan yang miskin bersatu," ujar Said Iqbal kepada awak media di depan Patung Kuda Monumen Nasional, Jakarta, pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Menurut dia, pidato yang disampaikan Prabowo dinilai bertolak belakang dengan realita yang terjadi di lapangan. Said Iqbal mengatakan, kebijakan yang disampaikan Prabowo ketika di MPR juga dianggap mustahil untuk menaikan perekonomian Indonesia menjadi 8 persen.
"Orang nombok, masa kita kerja nombok, gaji kita nombok bayar barang, mana ada di dunia seperti ini. Krisis enggak, ekonomi tumbuh 5,2 persen tahun lalu. Tahun ini diproyeksi 5,1 persen," ucap dia.
Lebih lanjut, ia menuturkan, ambisi Prabowo menaikkan kondisi ekonomi menjadi 8 persen tetap akan mustahil, jika Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 tahun 2023 masih digunakan. Menurut Said Iqbal, apabila regulasi itu masih ada di Indonesia, daya beli masyarakat akan terus mengalami penurunan.
"Mustahil, ekonomi tumbuh 8 persen kalau gaji naiknya pakai PP nomor 51 tahun 2023. Mustahil, karena daya beli akan rendah. Daya beli rendah atau purchasing rendah, konsumsi rendah," tutur Said Iqbal.
Sementara itu, dia menganggap, bahwa kondisi perekonomian Indonesia bukan berasaskan Pancasila. Melainkan, kata Said Iqbal, ekonomi Indonesia saat ini berasaskan neoliberal.
"Nah gimana mau ekonomi Pancasila kalau orang kerja, kita yang kerja, melalui teman-teman media, sampaikan kepada rakyat, rakyat yang kerja, tapi disuruh nombok," ucap Said Iqbal.
Menurut dia, ekonomi dengan berlandaskan neoliberal hanya memberi keuntungan bagi para pemodal. Sementara, kata Said Iqbal, para pekerja buruh swasta justru sulit mendapatkan kondisi perekonomian yang layak untuk hidup.
"Gimana bicara hukum ekonomi Pancasila kalau neoliberal, yaitu memberi kemudahan dan perlindungan kepada pemodal, dan menghantam, menekan, mempersulit kelas menengah bawah," kata dia.
Ia berujar, upah para buruh saat ini tidak mengalami kenaikan dalam kurun waktu lima tahun. Dia mengatakan, dalam dua tahun terakhir gaji para buruh hanya mengalami kenaikan sebesar 1.58 persen.
"Karena harga barang tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah. Para pemodal, berartikan neoliberal, dilindungi oleh Undang-Undang, oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 tahun 2023 oleh Omnibus Law," tutur Said Iqbal.
Pilihan Editor: UMP 2025 Diketok 21 November, Partai Buruh Akan Demo Tuntut Kenaikan Upah Minimum 8 Persen