TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku diminta oleh presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto untuk menjadi bendahara negara kembali. Pengakuan itu disampaikannya usai menemui Prabowo di Jalan Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin malam, 14 Oktober 2024.
“Jadi kita diskusi cukup lama dan panjang selama ini dengan beliau. Dan oleh karena itu, pada saat menyusun kabinet, beliau meminta saya untuk menjadi menteri keuangan kembali,” kata Sri Mulyani kepada awak pers.
Dalam pertemuannya dengan Prabowo, Sri Mulyani menyebut mendapatkan beberapa pesan, khususnya mengenai prioritas-prioritas pemerintahan ke depan. Beberapa hal yang dibahas di antaranya adalah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), penguatan Kemenkeu, belanja negara, serta pengelolaan penerimaan negara, termasuk pajak.
“Beliau sangat perhatian bagaimana dampak APBN kepada masyarakat. Itu menjadi tekanan beliau,” ucap Sri Mulyani.
Untuk diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2025 telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam Rapat Paripurna Pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2025 di Jakarta, Kamis, 19 September 2024.
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani mengatakan bahwa pendapatan negara pada 2025 diperkirakan mencapai Rp 3.005,1 triliun, yang didukung oleh penerimaan pajak sebesar Rp 2.490,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 513,6 triliun.
“Ini adalah untuk pertama kali pendapatan negara mencapai dan menembus lebih dari Rp 3.000 triliun,” ujar Sri Mulyani dalam keterangannya, yang dikutip dari laman resmi Kemenkeu.
Bendahara Negara menjelaskan, target penerimaan perpajakan pada 2025 ditunjang oleh reformasi perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, perluasan basis pajak, serta mulai berlakunya sistem CoreTax (sistem teknologi informasi dalam administrasi perpajakan) dan sistem perpajakan yang kompatibel dengan arah perubahan struktur perekonomian dan kebijakan perpajakan dunia.
Adapun PNBP diraih dengan reformasi pengelolaan sumber daya alam, optimalisasi dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta peningkatan kualitas dan inovasi layanan. Tata kelola PNBP tersebut ditingkatkan dengan pemanfaatan teknologi informasi dan digitalisasi.
“PNBP juga sebagai instrumen regulatory untuk mendorong ekonomi yang mendukung dunia usaha dan meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat,” kata Sri Mulyani.
Selain itu, dia mengungkapkan bahwa belanja kementerian dan lembaga negara (K/L) pada 2025 mencapai Rp 1.160,1 triliun.
“Kami berterima kasih kepada pembahasan Banggar (Badan Anggaran DPR RI) yang telah memasukkan berbagai prioritas dari pemerintahan baru, baik di bidang pendidikan, kesehatan, perlinsos (perlindungan sosial), ketahanan pangan, infrastruktur, hilirisasi industri, peningkatan investasi, dan pengarusutamaan gender,” ucap Sri Mulyani.
Kemudian, transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp 919,9 triliun bertujuan untuk mendukung akselerasi pertumbuhan perekonomian daerah melalui sinergi dan harmonisasi belanja pusat dan daerah, peningkatan investasi di daerah, pengembangan sumber ekonomi baru di daerah, serta keterlibatan dalam rantai pasok global.
“Transfer ke daerah didorong untuk memperkuat keuangan daerah dengan peningkatan kualitas belanja produktif, penguatan sinergi pembiayaan inovatif, penguatan local taxing power (kekuatan perpajakan lokal), serta mempercepat konvergensi antardaerah,” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, terkait total belanja negara pada 2025 direncanakan sebesar Rp 3.621,3 triliun, termasuk belanja non-K/L di pemerintah pusat sebesar Rp 1.541,4 triliun. Adapun defisit APBN 2025 ditetapkan 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp 616,2 triliun.
“Tingkat defisit ini adalah moderat dan aman untuk mengakomodir periode transisi (pemerintahan) dengan tetap menjaga sustainabilitas dan kesehatan APBN,” kata Sri Mulyani.
Pilihan Editor: Prabowo Tunjuk Sri Mulyani Jadi Menteri Keuangan, Mereka Pernah Bersitegang Soal Mirage 2000