TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan kursi Menteri di bidang ekonomi pada era pemerintahan Prabowo Subianto harus diisi oleh sosok yang inovatif dan visioner. Apalagi, Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen.
Menurut Achmad, salah satu posisi krusial untuk menghadapi tantangan target tersebut adalah Menteri Keuangan. Terlebih, target prabowo lebih tinggi dari proyeksi moderat yang diberikan oleh lembaga internasional, seperti International Monetary Fund (IMF) yang hanya memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di sekitar 5 persen.
Belum lagi defisit APBN di tahun pertama pemerintahan Prabowo yang mencapai hampir 3 persen dan juga kondisi deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut, membuat posisi Menteri Keuangan harus mampu memecahkan masalah struktural yang menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi dalam beberapa dekade terakhir.
"Kriteria yang harus dimiliki Menteri Keuangan di era Prabowo adalah pemahaman mendalam terhadap kebijakan fiskal dan moneter," ujar Achmad saat diwawancarai Tempo pada Rabu, 2 Oktober 2024.
Achmad mengatakan saat ini krisis ekonomi dan ketidakpastian pasar internasional tengah menjadi tantangan global. Karena itu, Menteri Keuangan seharusnya mampu merumuskan kebijakan yang menjaga keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan negara.
"Dalam konteks defisit yang mencapai mendekati dari 3 persen, menjaga agar defisit tidak semakin membesar dan mengarah kepada krisis fiskal," katanya.
Selanjutnya, Achmad juga berpendapat bahwa Menteri Keuangan harus mempunyai pengalaman manajemen krisis ekonomi. Seperti deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut ini harus diselesaikan dengan mengambil kebijakan tegas yang mampu menstimulasi perekonomian, baik melalui kebijakan fiskal ekspansif yang terukur.
Menteri Keuangan seharusnya bernegosiasi di level internasional, salah satunya dengan lembaga seperti IMF, Bank Dunia, dan negara-negara yang menjadi mitra Indonesia. Tujuannya tentu untuk mendapatkan dukungan investasi, baik melalui pinjaman maupun bantuan teknis yang tentunya membantu memperkuat perekonomian nasional.
"Menteri Keuangan juga harus cerdas dalam bernegosiasi terkait utang luar negeri dan perjanjian perdagangan, sehingga Indonesia tidak hanya menjadi penerima bantuan tetapi juga menjadi pemain global yang kuat," tuturnya.
Kriteria selanjutnya adalah kemampuan untuk mendorong transformasi ekonomi digital dan industri berbasis teknologi. Target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen tidak akan tercapai jika Indonesia terus mengandalkan sektor-sektor tradisional, seperti pertanian dan pertambangan.
Selain itu, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen, Menteri Keuangan perlu memiliki kemampuan dalam meningkatkan inklusi keuangan. Pada era Prabowo, target pertumbuhan ekonomi yang ambisius harus didukung oleh kebijakan inklusif yang memastikan seluruh lapisan masyarakat, terutama UMKM dan sektor informal, memiliki akses ke layanan keuangan. "Akhirnya, kolaborasi antar kementerian dan lembaga juga harus diperhatikan," imbuhnya.
Menurut Achmad, pertumbuhan ekonomi yang diharapkan oleh Prabowo tidak akan tercapai tanpa adanya kolaborasi yang kuat antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, serta kementerian terkait sektor ekonomi, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian BUMN.
Achmad mengatakan sosok seperti Sri Mulyani Indrawati, Chatib Basri, dan Perry Warjiyo sebenarnya kompeten. Namun, pada era mereka, pertumbuhan ekonomi hanya di level moderat sekitar 5 persen. Karena itu, menurut Achmad, untuk mencapai target ambisius Prabowo diperlukan sosok pemimpin baru di sektor ekonomi dengan visi yang lebih segar dan berani mengambil kebijakan radikal.
Pilihan Editor: Deflasi 5 Bulan Berturut-turut Bikin Apindo Cemas tapi Pemerintah Tenang, Apa Bedanya dengan Inflasi?