Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, mengatakan kelanjutan kebijakan tambang pasir laut justru menambah permasalahan baru. Ia berujar, permasalahan itu yakni adanya penambahan angka pengangguran yang ada di Indonesia.
“Ekspor pasir laut justru berisiko menciptakan pengangguran di kawasan pesisir," ujar Bhima dalam keterangan yang sama.
Menurut dia, penambangan pasir laut dengan cara dihisap akan merugikan banyak sumber daya manusia. Sebab, kata Bhima, proyek tambang itu hanya mempergunakan mesin tanpa melibatkan banyak tenaga manusia.
"Model penambangan pasir laut dengan kapal isap dan pengangkutan tongkang juga cenderung padat modal (capital intensive) bukan padat karya (labor intensive)," ucapnya.
Adanya penggunaan mesin dalam tambang pasir laut, Bhima menilai hal tersebut tidak memiliki hubungan dalam menaikan pertumbuhan ekonomi. "Tidak ada korelasi ekspor pasir laut dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berdaya saing.” kata Bhima.
Lebih lanjut, ia menuturkan, penambangan pasir laut menyebabkan degradasi ekosistem laut. Sehingga, kata Bhima, hal tersebut akan berdampak pada perikanan tangkap.
“Data historis sebelumnya pada tahun 2001 hingga 2009 ikut menunjukkan korelasi negatif antara peningkatan ekspor pasir laut dan produksi perikanan tangkap.” tuturnya.
Selain itu, Bhima menganggap, penambangan pasir laut juga berdampak pada kerusakan habitat laut. Ia mengatakan, adanya kerusakan itu sulit untuk diperbaiki dalam jangka panjang.
“Indonesia akan kehilangan potensi blue carbon dan ekosistem ekonomi biru jika eksploitasi pasir laut dilanjutkan," ucap Bhima.
Menurutnya, jika kebijakan ekspor pasir laut terus berlanjut, Indonesia akan mengalami krisis karbon biru. Padahal, kata Bhima, pemerintah saat ini sedang menggagas pengoptimalan kredit karbon sebesar US$ 65 atau setara Rp 994,5 triliun.
"Padahal diperkirakan Indonesia memiliki potensi 17 persen karbon biru dari total seluruh dunia, setara 3.4 giga ton," ujarnya.
Bhima menyarankan, agar pemerintah melakukan opsi pembangunan pesisir dan kelautan secara berkelanjutan. Ia menilai jika hal tersebut justru lebih menguntungkan dibandingkan praktik ekspor pasir laut yang merusak ekosistem ekonomi biru.
Adanya studi yang dilakukan terkait kebijakan ekspor pasir laut, Celios memberikan rekomendasi kepada pemerintah, untuk mengatasi permasalahan kerusakan lingkungan akibat tambang pasir laut.
Rekomendasi itu yakni mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 serta aturan turunannya guna melindungi ekosistem pesisir dan kesejahteraan nelayan lokal. Lalu menghentikan seluruh proses penerbitan izin penambangan pasir laut baik untuk domestik dan ekspor.
Celios juga mendorong potensi ekonomi restoratif di pesisir yang selaras dengan perlindungan lingkungan hidup seperti pengolahan produk perikanan bernilai tambah, budidaya rumput laut, dan ekowisata berbasis pesisir. Kemudian meminta pemerintah menyusun program restorasi ekosistem laut yang rusak akibat pencemaran air, penebangan hutan mangrove, rusaknya terumbu karang, dan reklamasi pantai.
Selanjutnya: Perusahaan Adik Prabowo Ikut Daftar Tambang Pasir Laut...