TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berencana mulai membatasi penjualan bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar pada 1 Oktober 2024 mendatang. Meski sudah beredar tanggal penerapannya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan pembatasan BBM subsidi itu masih dalam proses sosialisasi. “Belum ada keputusan, belum ada rapat,” kata Jokowi setelah meresmikan Gedung Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di RS Sardjito, Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Jokowi, pembatasan ini bertujuan untuk mengatasi masalah polusi udara, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, serta untuk meningkatkan efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, mekanisme pembatasan Pertalite akan diatur melalui Peraturan Menteri ESDM, sehingga bukan lagi berdasar pada Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 yang sedang direvisi.
Adapun saat ini, kata Bahlil, pemerintah sedang membahas waktu yang tepat untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat. “Nantinya, peraturan terkait pembelian BBM bersubsidi akan diatur dalam Permen ESDM,” kata Bahlil di Jakarta pada 27 Agustus 2024, dilansir dari Antara.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan belum ada pembahasan mengenai rencana pemerintah memberlakukan pembatasan BBM subsidi. Wacana pembatasan BBM subsidi juga, kata Bendahara Negara, bukan merupakan strategi penghematan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025.
“Belum dibahas. RAPBN 2025 sedang dengan DPR, tidak ada pembahasan itu,” kata Sri Mulyani usai rapat bersama Presiden Joko Widodo soal Govtech di Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa, 3 September 2024.
Kendati demikian, Menteri ESDM saat itu, Arifin Tasrif menjelaskan bahwa setelah revisi Perpres selesai, hanya kendaraan tertentu yang akan diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi. Berikut rangkuman informasi mengenai kriteria mobil yang bisa beli Pertalite dan Solar setelah pembatasan BBM Subsidi.
Kriteria Mobil yang Bisa Beli BBM Subsidi
Menurut Arifin Tasrif, kendaraan yang diutamakan mendapatkan BBM subsidi meliputi angkutan umum dan kendaraan yang mengangkut bahan pangan atau bahan pokok. Langkah ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan subsidi oleh masyarakat yang mampu dan memastikan subsidi lebih tepat sasaran.
“Nanti ada kategori kendaraan kelas mana yang boleh pakai solar, pakai pertalite. Umumnya yang dikasih, untuk kendaraan yang mengangkut bahan pangan, bahan pokok, angkutan umum,” kata Arifin di Komplek Kementerian ESDM, Jumat, 8 Maret 2024.
Di sisi lain, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) telah mengurangi kuota penyaluran Pertalite untuk tahun 2024 sebagai langkah awal dalam pengendalian konsumsi. Anggota Komite BPH Migas, Abdul Halim juga sebelumnya mengungkapkan bahwa terdapat dua usulan terkait kriteria pembatasan penggunaan Pertalite.
Kriteria pertama adalah melarang semua kendaraan pelat hitam membeli BBM bersubsidi Pertalite. Kedua, hanya mobil di bawah 1.400 cc yang boleh mengonsumsi Pertalite. Sementara untuk motor, hanya dengan kapasitas di bawah 150 cc yang nantinya tidak dilarang.
“Dari sisi JBKP (jenis BBM khusus penugasan) itu ada pembatasan, khususnya motor, semuanya kecuali di atas 150 cc, itu skenario-skenarionya. Selanjutnya, mobil pelat hitam ada dua skenario, semua mobil pelat hitam akan dilarang atau pilihan kedua, mobil dengan kapasitas maksimal 1.400 cc. Nah ini revisi yang kita ajukan opsinya,” ucap Abdul, seperti dikutip dari tribratanews.polri.go.id, Kamis, 11 Juli 2024.
Kriteria ini sesuai dengan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yang berisi pembatasan BBM bersubsidi akan dilakukan sesuai dengan kapasitas mesin. Untuk motor, hanya yang di bawah 250 cc. Sedangkan mobil, di bawah 1.400 cc.
Adapun daftar mobil menurut aturan yang boleh menggunakan BBM bersubsidi adalah sebagai berikut:
Daihatsu
Ayla 998 cc dan 1.197 cc
Sigra 998 cc dan 1.197 cc
Sirion 1.329 cc
Rocky 998 cc dan 1.198 cc
Xenia 1.329 cc
Toyota
Agya 1.197 cc
Calya 1.197 cc
Raize 998 cc dan 1.198 cc
Avanza 1.329 cc
Kia
Picanto 1.248 cc
Seltos bensin 1.353 cc
Rio 1.348 cc
Mercedes-Benz
A-Class 1.332 cc
CLA 1.332 cc
GLA 200 1.332 cc
GLB 1.332 cc
Honda
Brio 1.199 cc
Suzuki
Ignis 1.197 cc
S-Presso 998 cc
DFSK
Super Cab diesel 1.300 cc
Peugeot
2008 1.199 cc
Volkswagen
Tiguan 1.398 cc
Polo 1.197 cc
T-Cross 999 cc.
Tata Ace EX2 702 cc
Renault
Kiger 999 cc
Kwid 999 cc
Triber 999 cc
Audi
Q3 1.395 cc
Wuling
Formo S 1.206 cc.
Putri Safira Pitaloka, Daniel A. Fajri, Yolanda Agne, Ananda Bintang Purwaramdhona, Andika Dwi, Melynda Dwi Puspita, dan Kholis Kurnia Wati berkontribusi dalam artikel ini.