TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri Majalah Tempo, Goenawan Mohamad, mengenang sosok ekonom senior Faisal Basri yang meninggal pada pagi hari ini, Kamis, 5 September 2024, sebagai sosok yang tak lelah mengkritik berbagai kebijakan setelah reformasi 1998.
"Saya lihat tubuhnya tambah kurus akhir-akhir ini, sementara suaranya makin lantang, makin marah. Suara yang tak pernah culas," kata GM sapaan Goenawan Mohamad, melalui pesan di aplikasi perpesanan, pada Kamis, 5 September 2024.
GM juga mengenang beberapa tahun yang lalu ia bersama Sandra Hamid, Joko Santoso, dan Faisal Basri turut terlibat mendorong lahirnya Partai Amanat Nasional atau PAN. Partai politik itu, menurut GM, adalah bentuk ikhtiar yang meskipun pada akhirnya gagal, tapi tak pernah disesali dalam cita-cita reformasi.
"Kami inginkan partai dengan platform yang jelas tentang pluralisme, desentralisasi, dan tentu saja demokratisasi yang berlanjut," tutur GM, menjelaskan keterlibatan Faisal Basri ikut mendirikan partai berlambang matahari itu.
Faisal Basri juga pernah menceritakan awal perkenalannya dengan Amien Rais lewat situs pribadinya faisalbasri.com. Mereka muncul dari latar belakang keilmuan yang berbeda. Amien Rais, tulis Faisal, berlatar belakang pendidikan ilmu politik, sementara dirinya mempelajari ilmu ekonomi.
"Seingat saya, kami bertemu pertama kali di suatu forum diskusi yang membahas persoalan perburuhan di suatu hotel di Jakarta. Posisi duduk kami berjauhan sehingga menyapa pun tidak. Dan kami tak saling kenal secara pribadi," tulis Faisal, dalam unggahan berjudul 'Momen-momen Mengesankan dengan Amien Rais', yang diterbitkan pada 13 Juli 2013 itu.
Saat itu, Faisal juga menjelaskan, perihal keaktifannya di partai itu dan keterlibatannya dalam kongres pertama PAN di Yogyakarta. "Saya tak lama aktif di PAN. Selama kurun waktu yang relatif singkat, saya mengenang beberapa kejadian yang membekas dalam ingatan," ujarnya.
Dia bercerita, dalam kongres tersebut, ada gelagat tak sehat di kalangan internal PAN yang cenderung mengultuskan Amien Rais, yang tidak baik buat iklim demokrasi di PAN. Namun tak ada kesan pada diri Amien, apalagi bermanuver, untuk menjadi calon tunggal. Saat itu, Faisal juga didorong sebagai calon ketua umum.
Praktik-praktik politik tak sehat saat itu, kata Faisal Basri, tampaknya tercium oleh Buya Syafii Maarif. "Saya ingin mengenang yang baik-baik saja selama keterlibatan langsung saya di PAN. Tak ada penyesalan, tak ada dendam pribadi. Bagi saya, PAN adalah partai yang masih memiliki roh reformasi," kata Faisal dalam tulisannya pada pertengahan Juli 2013 tersebut.
Menurut Faisal Basri, Amien telah meletakkan fondasi PAN. Generasi muda PAN sepatutnya menjaga roh PAN sebagai partai reformis yang kaya gagasan. "Partai yang tak berjarak dengan rakyat, dan selalu di jajaran terdepan dalam memperjuangkan gagasan-gagasan baru dan segar bagi kemajuan bangsa," tulisnya kala itu.
Namun belakangan ini, kata GM, cita-cita PAN mulai bergeser dan kemudian berubah karena banyak politikus dengan kepentingan politik yang sempit mengambil alih. "Orang-orang yang lebih cerdik, berambisi, tak peduli nilai-nilai, menang," ucapnya.
Perihal cita-cita PAN yang berubah, esais dan penulis Catatan Pinggir di Majalah Tempo itu mengatakan, bahwa pada akhirnya yang setia kepada cita-cita reformasi tak akan pergi dan meninggalkan kekosongan. "Selamat jalan, Faisal!" kata GM.
Pilihan Editor: Faisal Basri Pernah Kritisi Kebijakan Ekspor Benih Lobster, Wafatnya Jadi Kehilangan Besar bagi Susi Pudjiastuti