TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi di depan sidang tahunan MPR, DPR dan DPD terakhirnya sebagai Presiden, Jumat, 16 Agustus 2024, menceritakan keberhasilannya dalam membangun selama 10 tahun berkuasa. Presiden yang diusung PDI Perjuangan ini akan lengser pada Oktober mendatang setelah memimpin Indonesia dua periode.
Beberapa yang diklaim sebagai keberhasilannya adalah hilirisasi, pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, bandara, dan bendungan, serta mengurangi angka pengangguran.
Dalam hal hilirisasi atau penghiliran, Jokowi mengatakan bahwa Indonesia sukses meski digugat banyak negara. Larangan ekspor komoditas mentah menjadi salah satu program Jokowi yang sempat ditentang beberapa negara seperti Uni Eropa.
“Di sisi lain kita mengambil langkah besar untuk penghiliran, mengolahnya dalam negeri, banyak negara yang menggugat menentang tapi kita tidak goyah,” ujarnya.
Dari penghiliran, ia memaparkan, bisa dibangun sejumlah smelter nikel bauksit dan tembaga sehingga membuka lebih dari 200 ribu lapangan kerja sekaligus meningkatkan lebih dari Rp 158 triliun pendapatan negara.
“Kita juga telah mengambil aset kita kembali yang selama puluhan tahun dikelola oleh pihak asing, yang selama puluhan tahun diambil manfaat besarnya oleh pihak asing, seperti Freeport, Blok Rokan, dan Newmont,” kata dia.
Jokowi juga menyatakan telah membangun fondasi dan peradaban baru selama 10 tahun masa kepemimpinannya dalam pembangunan Indonesiasentris, yaitu membangun dari pinggiran, dari desa, dan dari daerah terluar.
"Sampai saat ini kita telah membangun 366 ribu kilometer jalan desa; 1,9 juta meter jembatan desa; 2.700 kilometer jalan tol baru; 6.000 kilometer jalan nasional," katanya.
Selain jalan dan jembatan, Jokowi mengatakan telah membangun 50 pelabuhan dan bandara baru, 43 bendungan, serta 1,1 juta hektare jaringan irigasi baru.
Melalui pembangunan-pembangunan tersebut, Jokowi mengklaim pemerintah berhasil menurunkan biaya logistisk dari sebelumnya 24 persen menjadi 14 persen pada 2024. Kemudian, meningkatkan daya saing global dari sebelumnya peringkat 44 menjadi peringkat 27.
Bekas Gubernur Jakarta itu juga mengatakan Indonesia telah menjadi negara yang tangguh, terbukti dari ketahanannya menghadapi pandemi Covid-19, perubahan iklim, serta geopolitik dunia yang makin memanas.
"Pertumbuhan ekonomi kita terjaga di atas 5 persen, walau banyak negara tidak tumbuh, bahkan melambat," kata Jokowi. "Wilayah Indonesia Timur seperti Papua dan Maluku justru mampu tumbuh di atas 6 persen dan Maluku Utara mampu tumbuh di atas 20 persen."
Jokowi juga mengatakan, inflasi di Indonesia terkendali di kisaran 2 hingga 3 persen ketika banyak negara mengalami kenaikan yang luar biasa. Ia juga mengklaim berhasil menurunkan angka kemiskinan ekstresm dari 6,1 persen menjadi 0,8 persen pada 2024. Sementara angka stunting turun dari 37,2 persen menjadi 21,5 persen pada 2023.
"Tingkat pengangguran juga mampu kita tekan dari sebelumnya 5,7 persen menjadi 4,8 persen di tahun 2024," ujar mantan Walikota Solo itu.
Rapor Merah Jokowi
Di luar sukses seperti dikatakan Presiden Jokowi, ada beberapa catatan selama 10 tahun pemerintahannya, yakni dalam hal pertumbuhan, utang, dan ketimpangan yang masih tinggi.
Selama Jokowi menjabat, pertumbuhan ekonomi berada di kisaran level 5 persen dalam 10 tahun terakhir. Pertumbuhan ini di bawah target 7 persen yang dijanjikannya pada masa kampanye.
Berdasarkan data badan pusat statistik atau BPS, ekonomi RI pada awal Jokowi menjabat 2015 tumbuh 4,8 persen, lalu di kisaran 5 persen pada 2019. Pada 2020 ekonomi RI minus 2,07 persen saat pandemi melanda. Hingga triwulan kedua 2024 ekonomi Indonesia tumbuh 5,05 persen.
Ketika mulai masa jabatan pada 2014, Jokowi menerima warisan utang dari Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY sebesar Rp 2.608,7 triliun. Laju kenaikan utang selama satu dekade tercatat cukup pesat. Data APBN terkini yang diterbitkan Kementerian Keuangan memaparkan posisi utang pemerintah sudah mencapai Rp 8.502,6 triliun per Juli 2024.
Penarikan utang tersebut sejalan dengan pembayaran bunga utang yang tidak kalah besar. Hingga saat ini 20 persen APBN digunakan untuk membiayai bunga pinjaman. Utang jumbo di era covid-19 juga membuat pemerintahan selanjutnya menanggung utang jatuh tempo Rp 800 triliun tiap tahun sejak 2025-2027.
Pemerintahan Jokowi berhasil menurunkan angka kemiskinan. Pada 2015, angka kemiskinan Indonesia 11,22 persen. Hingga 2023, angka kemiskinan Indonesia turun menjadi 9,36 persen. Pemerataan masih menjadi PR pemerintah.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mencatat masih ada beberapa wilayah yang tingkat kemiskinannya di atas rata-rata kemiskinan nasional. “Ini menunjukan tantangan penurunan Indonesia dari sisi spasial masih sangat besar,” ujarnya saat rapat dengan Komisi IV DPD RI di Kompleks parleman Senayan, Selasa 11 Juni 2024.
Ia mencontohkan ketimpangan terjadi seperti di wilayah Sulawesi yang pertumbuhan ekonominya cukup tinggi, namun tingkat kemiskinannya 10,08 pada 2023 atau masih di atas rata-rata kemiskinan nasional. Selanjutnya Maluku yang mencapai 12,29 persen dan Nusa Tenggara masih pada kisaran 16,99 persen. Lalu Papua tingat kemiskinannya mencapai 24,76 persen pada 2023.
Ekonom senior Faisal Basri sebelumnya mengatakan peningkatan utang di era Jokowi tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi. “Utang naik, kalau ekonominya tumbuh maka basis penerimaan pajak naik, ini kan enggak. Pajaknya turun begini,” ujarnya ditemui di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Tantangan perekonomian domestik dan global juga terjadi di masa pemerintahan Jokowi. Beberapa di antaranya pandemi Covid-19, konflik geopolitik Timur Tengah, perang dagang hingga suku bunga acuan di beberapa negara yang naik tinggi.
RIRI RAHAYU | ILONA ESTHERINA | ARIYANI WIDYASTUTI
Pilihan Editor Imbas Harga Properti Residensial Kuartal II Naik, Penjualan Melambat Jadi 7,3 Persen