TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyoroti persoalan sampah yang tidak terkelola di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Adyatama Ekonomi Kreatif Ahli Utama Kemenparekraf Nia Niscaya mengatakan persoalan sampah dan lingkungan akan berdampak buruk terhadap sektor pariwisata Yogyakarta.
Nia mendorong pemerintah daerah segera membereskan persoalan sampah yang tidak terkelola tersebut. "Pariwisata itu esensinya adalah kenyamanan, dan kenyamanan itu salah satunya, ya, harus bersih," kata Nia saat menggelar konferensi pers secara daring, Senin, 12 Agustus 2024.
Nia mengakui maraknya sampah yang dibuang di pinggir jalan di Yogyakarta dalam beberapa bulan terakhir menjadi sorotan. Dia menyebut Yogyakarta darurat sampah juga viral di media sosial. "Kenapa kami mengangkat isu ini, karena ini cukup viral dan pengelolaan sampah ini sangat penting untuk pariwisata," ujarnya.
Penjabat Walikota Yogyakarta Singgih Raharjo mengatakan sampah yang tidak terkelola di DIY bermula ketika pemerintah menutup TPA Piyungan yang sudah overkapasitas pada akhir Mei 2024. Saat ini, kata dia, pengelolaan sampah diserahkan kepada kota/kabupaten lewat Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu atau TPST.
Singgih mengakui pemerintah kota dan kabupaten di Yogyakarta belum mampu mengelola sampah secara mandiri karena keterbatasan infrastruktur. "Kota/kabupaten belum siap. Apalagi kota Yogyakarta yang luas wilayahnya 32,8 KM2, padat penduduk, ini kalau mengelola sampah sendiri akan kesulitan karena lahannya tidak ada," kata Singgih.
Singgih mengatakan Kota Yogyakarta menghasilkan 260 ton sampah dalam sehari. Namun yang terkelola dan bisa diangkut ke TPST baru 110 ton. Sisanya menumpuk di depo-depo pembuangan dan bertebaran di sejumlah ruas jalan di Yogyakarta.
Dia mengatakan saat ini Pemerintah Kota Yogyakarta dan pelaku industri pariwisata terus mengupayakan pengurangan sampah. "Yang sudah berhasil mengolah sampah di industri pariwisata itu di Phoenix Hotel, itu sampah diolah selesai di hotel itu dengan teknologi sangat sederhana," kata Singgih.
Singgih mengklaim telah melibatkan kampung-kampung wisata, pelaku industri dan pengelola hotel untuk mengelola sampah secara mandiri. Dia menyebut pemerintah juga berupaya melobi badan usaha untuk memberikan dana CSR untuk pengelolaan sampah. "Bahkan kami ketuk pintu langsung ke CSR, jadi ada salah satu kampung wisata yang diberi CSR oleh Phoenix Hotel. Upaya ini kemudian juga direplikasi ke hotel-hotel lainnya," ujar Singgih.
Rp 20 Miliar untuk Kelola Sampah
Pemerintah Kota Yogyakarta telah menghabiskan anggaran hingga puluhan miliar rupiah pasca pengelolalan sampah dilakukan secara terdesentralisasi oleh kota/kabupaten. "Sekarang untuk menangani sampah butuh anggaran lebih besar," kata Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya, Kamis, 8 Agustus 2024.
Aman merinci, untuk pengelolaan 200 ton sampah kini biaya pengelolaan yang harus dikeluarkan sudah mencapai sekitar Rp 20 miliar dari sebelumnya hanya sekitar Rp 4 miliar. Hal ini disebabkan naiknya biaya pengelolaan sampah yang dulu dilakukan di TPA Piyungan dengan sistem open dumping berkisar Rp 78 ribu per ton lalu melonjak menjadi Rp 450 ribu per ton.
Meski ditutup permanen, sebagian area TPA Piyungan kembali difungsikan untuk menampung sampah sembari rampungnya infrastruktur baru pengolahan sampah di kabupaten/kota di Yogyakarta.
Bengkaknya biaya pengolahan sampah itu tak sebanding dengan pemasukan anggaran dari retribusi sampah Kota Yogyakarta. Aman mengatakan retribusi sampah per ton hanya Rp 3 miliar. “Target retribusi dengan sistem desentralisasi sampah hanya Rp. 6 miliar, tetapi belanja untuk sampah mencapai Rp 20 miliar,” ujar Aman.
Anggota Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Sigit Wicaksono, mengkritisi besarnya anggaran pengelolaan sampah tersebut. Sebab dia melihat masih banyak sampah bertebaran dan menumpuk di pinggir jalan. "Saat ini depo-depo masih penuh, pembuangan sampah liar masih marak, anggaran yang ada bisa dioptimalkan ke situ," kata dia.
Pribadi Wicaksono berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Wamentan Luncurkan Food Estate Mini di Desa Sena Deliserdang Sumut