TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengatakan pemerintah melanjutkan kebijakan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap impor produk kain, karpet, dan tekstil penutup Lainnya, selama tiga tahun. “Sebagai upaya perlindungan dan peningkatan daya saing industri tekstil dalam negeri,” katanya melalui keterangan tertulis, Kamis, 8 Agustus 2024.
Langkah tersebut dipayungi dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2024 tentang Pengenaan BMTP terhadap Impor Produk Kain, serta PMK Nomor 49 Tahun 2024 tentang Pengenaan BMTP terhadap Impor Produk Karpet dan Tekstil Penutup Lainnya.
Febrio memastikan pengamanan perdagangan (trade remedies) untuk industri tekstil disesuaikan dengan arah pengembangan industri nasional. Dua PMK tersebut sudah disetujui banyak pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, bahkan negara mitra dagang sesuai. Beleid pengamanan dagang itu juga diselaraskan dengan aturan World Trade Organization (WTO).
Untuk menyokong daya saing sektor industri tekstil nasional, pemerintah sudah menerbitkan beberapa trade remedies yang masih berlaku hingga saat ini. Salah satu aturan yang dimaksud Febrio ini adalah PMK Nomor 176/PMK.010/2022 soal bea masuk anti dumping (BMAD) untuk impor produk serat pakaian. Aturan berdurasi 5 tahun ini bakal berakhir pada Desember 2027.
Selain itu, ada juga PMK Nomor 46/PMK.101/2023 tentang BMTP atas impor produk benang dari serat stapel sintetik dan artifisial. Belieid ini berlaku 3 tahun, setidaknya hingga Mei 2026. Ada pula PMK Nomor 45/PMK.010/2023 berdurasi 3 tahun soal BMTP atas impor tirai, kerai dalam, kelambu tempat tidur, dan barang perabot lainnya. Lalu ada juga PMK Nomor 142/PMK.010/2021 tentang pengenaan BMTP atas impor produk pakaian dan aksesori pakaian yang berlaku hingga November 2024.
“Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia juga menghadapi tantangan di dalam negeri akibat meningkatnya impor, terutama dari Tiongkok,” ujar Febrio.
Penurunan kinerja industri TPT ini disoroti oleh pemerintah karena serapan tenaga kerjanya yang besar. “Pemerintah secara konsisten mendudukkan upaya solutif,” ujarnya.
Solusi pemerintah menyangkut pemanfaatan rantai pasok global dan penciptaan nilai tambah. Kemenkeu mendukung industri lokal lewat kebijakan insentif fiskal, seperti tax holiday, tax allowance, super tax deduction vokasi, serta penelitian dan pengembangan. Ada juga insentif kawasan, seperti seperti kawasan ekonomi khusus (KEK), lalu trade remedies berupa pengenaan BMTP dan BMAD.
Sejauh ini, Febrio meneruskan, BMTP dan BMAD dipakai untuk memulihkan atau setidaknya mencegah ancaman kerugian ndustri lokal akibat lonjakan jumlah barang impor atau dumping dari negara pengekspor.
“Pertumbuhan subsektor TPT belum kembali ke level prapandemi, dipengaruhi oleh permintaan pasar domestik dan ekspor yang menurun,” kata dia.
Pilihan Editor: IKN Menjelang HUT RI, Kesiapan Sistem Transportasi hingga Uji Kereta Otonom