TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total outstanding pinjaman perseorangan tertinggi di financial technology peer-to-peer lending atau fintech P2P lending diraih oleh kelompok usia 19-34 tahun, yaitu sebesar Rp28,6 triliun per Mei 2024.
Dari jumlah tersebut, ada lebih dari 9,4 juta rekening milik anak muda generasi Z dan generasi milenial yang menjadi penerima kredit aktif di pinjaman online (pinjol).
Lebih lanjut, OJK menyebut total kredit macet kelompok usia 19-34 tahun atau gen Z dan generasi milenial mencapai Rp733 miliar. Angka itu lebih tinggi dari total wanprestasi di atas 90 hari atau TWP90 kelompok usia 35-54 tahun, yaitu Rp524,6 miliar.
Mengapa Banyak Gen Z Terjerat Pinjol?
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengatakan gen Z dan milenial sebagai kelompok yang rentan secara finansial dengan gaya hidup yang lebih banyak menghamburkan uang untuk kesenangan dibanding menabung atau berinvestasi.
“Banyak generasi muda yang terjebak pinjol karena mengambil utang untuk memenuhi kebutuhan konsumtif dan keperluan yang tidak bijaksana,” kata Friderica dalam siaran pers Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa, 11 Juni 2024.
Dia menyebut gen Z dan milenial menghadapi permasalahan keuangan, termasuk investasi bodong akibat prinsip hidup hanya sekali atau you only live once (YOLO) dan rasa takut tertinggal atau fear of missing out (FOMO). Gaya hidup FOMO, menurut dia, menyebabkan seseorang merasa ketinggalan saat tidak mengikuti tren.
Sementara gaya hidup YOLO kerap kali dihubungkan dengan cara menikmati hidup secara maksimal dan bebas. Kedua prinsip itu dinilainya telah membawa generasi muda pada keputusan yang buruk, salah satunya tidak mempersiapkan dana darurat.
Selain itu, dia menuturkan bahwa kerentanan generasi muda juga dipicu oleh kebiasaan yang sering membagikan informasi pribadi di media sosial.
Perilaku itu dianggap sangat berbahaya, tetapi banyak orang yang tidak menyadarinya, misalnya mengunggah alamat rumah, foto kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), dan informasi pribadi lainnya.
Tak hanya itu, dia mengungkapkan bahwa prinsip FOMO juga membawa gen Z dan milenial terjebak pada investasi bodong. Sementara tanpa pemahaman literasi keuangan dan investasi yang kuat, kelompok muda justru banyak menjadi korban terhadap iming-iming keuntungan yang menggiurkan.
“Mereka kerap meniru apa yang dilakukan oleh influencer (pemengaruh) atau tokoh idolanya, termasuk saran tentang keuangan,” ucap Friderica.
Penyebab Gen Z Mengalami Kredit Macet
Sebelumnya, Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono, menilai tingginya suku bunga menjadi akar masalah fundamental dari kredit macet pinjol yang menjerat banyak gen Z dan generasi milenial.
“Kemudahan akses ke pinjol harus dibayar sangat mahal, dikenakannya debitur dengan suku bunga yang sangat tinggi,” kata Yusuf kepada Tempo, Senin, 11 Maret 2024.
Menurut dia, kalangan usia 19 hingga 34 tahun, terutama dari masyarakat kelas bawah seharusnya mendapat bunga rendah. Namun, sebaliknya, anak-anak muda itu dikenakan bunga sangat tinggi. “Inilah yang menjadi alasan utama banyak kasus gagal bayar di fintech lending,” ucap Yusuf.
Dia menyebut tingkat bunga pinjol sangat tinggi. Dia memberi contoh, misalnya suku bunga dari kredit usaha rakyat (KUR) hanya 7 persen karena pemerintah memberikan subsidi bunga hingga 10 persen. Sementara suku bunga kredit mikro di bank berada di kisaran 15 hingga 20 persen, sedangkan di jasa keuangan mikro sekitar 30 persen.
Sementara itu, suku bunga di pinjol sebesar 30 persen dikenakan setiap bulan, bukan per tahun. “Dengan tingkat bunga setinggi itu, akan selalu ada nasabah pinjol yang mengalami gagal bayar dalam jumlah yang signifikan,” ujar Yusuf.
MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Viral, Kenapa Kartun Skibidi Toilet Sangat Digemari Generasi Alpha?