TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heriyanto mengomentari rencana ekstensifikasi atau penambahan objek cukai baru. Sebelumnya ramai diberitakan rumah, tiket konser, makanan cepat saji, tisu, smartphone, MSG hingga detergen akan kena cukai.
Nirwala mengatakan kebijakan ekstensifikasi tersebut masih berupa usulan dari berbagai pihak. “Belum masuk kajian, dan juga dalam rangka untuk mendapatkan masukan dari kalangan akademisi," ujarnya dalam pernyataan resmi, Rabu 24 Juli 2024.
Pada dasarnya, ia menerangkan, kriteria barang yang dikenakan cukai ialah barang yang mempunyai sifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan. Peredaran barang tersebut perlu diawasi dan pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Selain itu pengenaan cukai juga dilakukan pada barang yang pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Ia menegaskan, hingga saat ini barang yang dikenakan cukai baru ada tiga jenis, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau. Terkait wacana optimalisasi penerimaan negara melalui ekstensifikasi objek cukai, menurut dia, tidak bisa dengan cepat ditetapkan.
Musababnya, perlu pembahasan panjang dan melalui banyak tahap, termasuk mendengarkan aspirasi masyarakat. "Prosesnya dimulai dari penyampaian rencana ekstensifikasi cukai ke DPR, penentuan target penerimaan dalam RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut," kata dia.
Pemerintah juga sangat hati-hati dalam menetapkan suatu barang sebagai barang kena cukai. Sebagai contoh, pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik, yang penerimaannya sudah dicantumkan dalam APBN, belum diimplementasikan.
“Karena, pemerintah sangat prudent dan betul-betul mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kondisi ekonomi masyarakat, nasional, industri, aspek kesehatan, lingkungan, dan lainnya,” kata Nirwala
Sebelumnya, pemerintah menargetkan penerimaan cukai MBDK pada 2024 sebesar Rp4,38 triliun. Anggota DPR telah menyetujui usulan pemerintah memasukkan komponen MBDK secara resmi pada Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Hal ini dikuatkan dalam Peraturan Presiden nomor 76 tahun 2023. Nemun hingga saat ini belum diterapkan.
Kebijakan ini juga masuk dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025. Salah satu tujuannya untuk mendukung penerimaan negara salah satunya adalah ekstensifikasi cukai dengan penambahan objek cukai baru.
Pilihan Editor: Dirjen Bea Cukai Buka Suara Soal Impor Tekstil Ilegal