TEMPO.CO, Jakarta - Pada Mei 2024, pemerintah menerbitkan aturan baru mengenai kewajiban pemotongan gaji sebesar 3 persen untuk Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera.
Pemotongan gaji ini diwajibkan untuk pegawai negeri sipil dan karyawan swasta yang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera. Simpanan Tapera hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan atau dikembalikan disertai hasil pemupukan dana usai masa kepesertaan berakhir.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan, Tapera sama dengan kebijakan Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS yang sempat menjadi perbincangan publik.
“Seperti dulu BPJS, di luar yang PBI yang gratis 96 juta kan juga ramai, tetapi setelah berjalan saya kira merasakan manfaatnya bahwa ke rumah sakit tidak dipungut biaya. Hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan. Kalau belum biasanya pro dan kontra,” ujar Jokowi, pada 27 Mei 2024.
Berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2024, besaran Simpanan Peserta Tapera berasal dari upah yang ditanggung pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan upah pekerja sebesar 2,5 persen. Pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta Tapera paling lambat 20 Mei 2027.
Kendati demikian, kebijakan Tapera dikritik oleh baragam pihak. Salah satu kritik datang dari Presiden Partai Buruh, Said Iqbal yang memiliki enam poin penolakan Tapera. Pertama, Tapera tidak memberikan kepastian pekerja untuk memiliki rumah. Kedua, pemerintah lepas tanggung jawab karena tidak menyisihkan anggaran Tapera. Ketiga, Tapera dianggap membebani biaya hidup.
Keempat, Tapera rawan penyelewengan karena tidak ada preseden kebijakan sosial. Kelima, Tapera bersifat memaksa. Keenam, ketidakjelasan pencairan dana Tapera.
Asuransi Kendaraan Third Party Liability (TPL)
Setelah Tapera, pemerintah akan mewajibkan asuransi kendaraan TPL. Asuransi ini memberikan pertanggungan risiko atas tuntutan ganti rugi dari pihak ketiga yang mulai berlaku pada awal 2025. Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang merancang aturan premi yang akan dikenakan kepada pemilik sepeda motor dan mobil.
Berdasarkan Koran Tempo, rencana wajib mengikuti asuransi TPL ini akan dilakukan usai Presiden Jokowi menandatangani PP melalui Kementerian Keuangan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Menurut Kepala Eksekutif Pengawasan Asuransi, Penjamin, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, wajib asuransi kendaraan ini akan bermanfaat ketika terjadi kecelakaan yang harus menanggung kerugian dari pihak ketiga. TPL akan meringankan biaya pengganti kerugian bagi konsumen.
Sementara itu, pengamat asuransi Dedy Kristianto menilai wajib asuransi kendaraan tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan sektor asuransi karena jumlah kendaraan di Indonesia sangat besar. Selain itu, potensi rasio kedaluwarsa juga akan tinggi.
“Rasio kedaluwarsa ini yang perlu diantisipasi sejak awal oleh perusahaan asuransi dan regulator," ujar Dedy, pada 21 Juli 2024.
Saat ini, kendaraan bermotor dimiliki oleh berbagai kalangan, termasuk masyarakat kelas bawah. Dedy meyakini bahwa penerapan wajib asuransi kendaraan akan sulit dilakukan kelompok ini. Bahkan, pemerintah juga banyak mewajibkan iuran yang harus ditanggung oleh masyarakat, seperti BPJS dan Tapera.
RACHEL FARAHDIBA R | DANIEL A. FAJRI | RIANI SANUSI PUTRI | ANTARA
Pilihan Editor: Tolak Rencana Wajibkan Asuransi Kendaraan Tahun Depan, Serikat Pekerja Angkutan: Tak Sebanding dengan Pendapatan Kami