Selain nilai tukar rupiah, Zulhas mengatakan, harga minyak goreng menyesuaikan harga bahan pokok lainnya, seperti beras. Dia menyebut, harga beras di pasar sudah menyentuh angka Rp 12.500 atau naik sebesar Rp 1.609. “Memang sudah saatnya MinyaKita (naik),” kata Zulhas.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Eliza Mardian mengungkapkan, rencana kenaikan harga eceran tertinggi (HET) MinyaKita disebabkan oleh masalah distribusi. Menurut dia, minyak goreng rakyat itu justru banyak diedarkan oleh swasta, alih-alih BUMN pangan.
“Jika kita bedah, penyebab kenaikan HET minyak kita ini lebih banyak disebabkan karena distribusi, bukan di produksi,” ujar Eliza saat dihubungi melalui aplikasi perpesanan, Selasa, 18 Juni 2024.
Eliza menjelaskan, kenaikan harga itu diasumsikan agar penjual eceran mendapatkan keuntungan memadai. Pasalnya, harga modal MinyaKita di tingkat pedagang besar sudah lebih dari Rp15.000.
Lulusan Universitas Padjadjaran itu menuturkan, ada beberapa komponen yang membentuk harga pokok penjualan (HPP) MinyaKita. Komponen ini yakni harga crude palm oil (CPO) atau sawit, biaya pengolahan, pengemasan,dan distribusi. Menurut dia, harga CPO dunia turun dalam dua bulan terakhir. Begitu pula, harga CPO dalam negeri tak mengalami kenaikan. “Artinya dari segi bahan baku tidak ada kenaikan,” kata dia.
Bila didistribusikan oleh swasta, Eliza mengatakan keberadaan MinyaKita jadi sulit dilacak. Asimetri informasi ini menyebabkan harga minyak goreng di konsumen tidak mencerminkan supply sesungguhnya. Akibatnya, harga modal menjadi tak terkendali.
HANAA SEPTIANA | HAN REVANDA PUTRA
Pilihan Editor: Tokopedia Sebut Alasan PHK Besar-besaran karena Ada Tumpang Tindih Peran