TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BPPMHKP), Ishartini mendorong para stakeholder eksportir hasil laut untuk memenuhi sertifikasi mutu. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil perikanan yang akan diekspor. "Kami selalu melakukan sosialisasi, edukasi, mengenai bagaimana sebenarnya persyaratan-persyaratan terkait dengan mutu, bagaimana untuk bisa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan," ujar Ishartini saat konferensi pers di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Rabu, 13 Juni 2024.
Layanan sertifikasi ini diatur Peraturan Menteri Kelutan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pengendalian Pelaksanaan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Kelautan dan Perikanan. Sejauh ini terdapat 1.190 unit pengolaan ikan yang sudah bersertifikat HACCP atau Hazard Analysis and Critical Control Point yang dilayani KKP.
Terdapat berbagai sertifikasi yang bisa diterbitkan BPPMHKP mulai dari tingkat produksi hingga panen. Sertifikasi produksi terkait dengan penanganan, budi daya, pembuatan pakan ikan, pembuatan obat ikan hingga distribusi obat ikan dengan baik. Sedangkan sertifikasi mutu pasca panen meliputi kelayakan pengolahan, penerapan manajemen mutu terpadu dan penerapan distribusi.
"Pembeli hasil ikan itu punya persyaratan mutu yang berbeda-beda, namun kita ada standarnya, ada checklist yang harus dipenuhi dan selalu kita sosialisasikan kepada para pemimpinan ya, stakeholders yang akan kita layani" tutur Ishartini.
Dalam memberikan layanan sertifikat ini, KKP bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan. Berbagai pemangku kepentingan tersebut antara lain pemerintah daerah, akademisi, kementrian lembaga BUMN serta asosiasi dan pelaku usaha. "Saya menyampaikan kepada para stakeholders mengenai pentingnya mutu karena berdampak pada nilai tambah, kualitas dan juga harga" tutur kepala BPPMHKP.
Pilihan editor: KKP Target Produksi Perikanan 24 Juta Ton pada 2025
MAULANI MULIANINGSIH (MAGANG)