TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Asep Rahmat Suwandha membeberkan sejumlah perbedaan program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dengan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
“Jadi ini berbeda dengan Tapera yang konsepnya itu memang tabungan untuk perumahan rakyat,” kata Asep di Menara Danamon, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 3 Mei 2024.
Asep menjelaskan, program MLT dari BPJS Ketenagakerjaan sudah berjalan sejak tahun lalu. Dalam pelaksanaannya, BPJS Ketenagakerjaan bekerja sama dengan perbankan menyalurkan MLT ke masyarakat dengan nilai maksimal Rp 500 juta untuk kredit kepemilikan rumah (KPR), kemudian pinjaman renovasi perumahan (PRP) senilai Rp 200 juta, dan pinjaman uang muka kredit perumahan (PUMP) senilai Rp 150 juta.
“Kami subsidi dengan BPJS. Kalau pengaruh (Tapera) terhadap BPJS Ketenagakerjaan, saya kira bentuknya itu masih manfaat pelayanan tambahan karena jumlah pengguna belum banyak,” ujarnya.
Lebih jauh, ia mengklaim BPJS Ketenagakerjaan telah berkoordinasi dengan Badan Pengelola (BP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dalam menyinkronkan tiap manfaat yang akan diberikan ke masyarakat.
“Soal tumpang tindih dan lain-lain kami belum bisa komentar,” kata Asep.
Yang pasti, kata dia, seluruh kebijakan pemerintah, termasuk Tapera, sudah melalui kajian dan dipastikan memberi manfaat besar bagi masyarakat. Sementara BPJS Ketenagakerjaan tetap beroperasi berlandaskan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua (JHT).
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemenaker juga mengatakan program Tapera berbeda dengan MLT bagi peserta jaminan hari tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan. Pada prinsipnya, JHT itu merupakan program sukarela bagi tenaga kerja, sedangkan Tapera mewajibkan pekerja.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan aturan Tapera sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 yang merupakan turunan dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Di mana, pemerintah mewajibkan para pekerja menyisihkan tiga persen pendapatannya tiap bulan.
PP ini terbit melaksanakan amanat UU, dan amanatnya memang mewajibkan tenaga kerja. Kalau ada yang tidak senang dengan UU ini, ada mekanismenya,” kata Indah dalam Konferensi Pers di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat, 31 Mei 2024.
BAGUS PRIBADI | AISYAH AMIRA WAKANG
Pilihan Editor: 2021, BPK Temukan 124.960 Pensiunan Belum Dapat Pengembalian Dana Tapera Rp 567,5 Miliar