Akan tetapi, perekonomian terus mengalami gejolak. Konflik Timur Tengah masih tereskalasi dan berdampak pada arah kebijakan moneter dunia. Suku bunga The Fed yang sempat diperkirakan bakal melandai pada paruh kedua 2024 diduga akan tetap tinggi hingga akhir tahun (higher for longer).
Tingginya suku bunga The Fed membuat imbal hasil obligasi AS (US Treasury) juga bertahan tinggi. Di tengah melemahnya perekonomian global dan meningkatnya ketegangan geopolitik, pelaku pasar akan menempatkan dananya pada instrumen yang dianggap aman, seperti dolar AS dan komoditas emas.
Mau tak mau, Pemerintah perlu menawarkan imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) yang lebih tinggi demi menarik minat investor. Sementara langkah ini berisiko membuat biaya utang yang ditanggung Pemerintah makin meningkat.
BI telah mengambil langkah pre-emptive dengan menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25 persen pada April 2024, setelah mempertahankan suku bunga di level 6,00 persen sejak Oktober 2023. Kebijakan ini diharapkan dapat membuat investor mengalihkan dananya dari dolar AS menuju pasar Indonesia sehingga berdampak pada stabilitas sektor keuangan domestik.
Tak hanya dari sisi eksternal, risiko pembengkakan utang juga datang dari internal. Dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 yang disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menargetkan rasio utang maksimal 40,14 persen terhadap PDB, membengkak dari level rasio utang Maret 2024 dan mendekati kondisi puncak saat pandemi.
Target belanja Pemerintah juga lebih tinggi menjadi 16,15 persen hingga 17,80 persen dari 14,56 persen. Defisit fiskal juga ditargetkan melebar dari 2,29 persen pada tahun ini menjadi 2,80 persen pada tahun depan. Target itu mendekati batas aman 3 persen yang diamanatkan UU Keuangan Negara.
Target RKP memang belum final. Berbarengan dengan penyusunan RKP, Kementerian Keuangan juga mendesain rencana anggaran 2025 melalui Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF). Rencana-rencana anggaran akan didiskusikan dengan DPR, disampaikan saat Nota Keuangan pada Agustus, sebelum disahkan pada Oktober mendatang.
Berikutnya: Program Prabowo-Gibran Sedot APBN