TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan Pemuda atau GP Ansor menyambut baik rencana Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia untuk memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada ormas keagamaan (ormas). Ketua GP Ansor Addin Jauharudin mengaku pihaknya belum mendapat IUP tersebut, maupun ada pembicaraan langsung antara Bahlil kepada GP Ansor. "Belum. Tapi bahwa ide itu bagus lah. Kalau diajak ngobrol boleh," kata Addin saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 16 Mei 2024.
Addin menilai pemberian IUP ini ide yang bagus terhadap kontribusi dan peran ormas sebagai salah satu komponen bangsa. Ia menegaskan, tawaran pemberian IUP hingga kini belum disampaikan langsung oleh Bahlil kepada organisasi kepemudaan di bawah naungan NU tersebut. "Saya kira itu kan kontribusi bersama terhadap komponen yang membangun negara ini lah. Salah satunya ormas," kata dia.
Pada bulan lalu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan rencana pemberian IUP kepada ormas keagamaan. Menurut Bahlil, proses pemberian IUP akan dilakukan dengan baik sesuai aturan. Dalam pemberian IUP ini, tidak boleh ada konflik kepentingan dan harus dikelola secara profesional. "Dikelola secara profesional, dicarikan partner yang baik," kata Bahlil.
Wacana pemberian IUP ke ormas keagamaan ini muncul sejalan dengan progres revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Sejak 2022, pemerintah mengevaluasi izin usaha pertambangan (IUP) yang diberikan kepada swasta. Hal itu berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pada 2022 ditemukan bahwa sebanyak 2.078 IUP dianggap tidak melaksanakan rencana kerja dan anggaran biaya perusahaan. Kementerian Investasi/BKPM kemudian mendapat mandat untuk melaksanakan pencabutan dari Januari sampai dengan November 2022.
Rencana pemberian IUP kepada ormas ini sempat dikritisi Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Nasional, Fanny Tri Jambore Christanto. Fanny menilai rencana pemberian izin usaha pertambangan batu bara bagi organisasi masyarakat dapat memperparah kerusakan lingkungan.
Menurutnya, dengan adanya rencana ini, pemerintah mengabaikan prinsip-prinsip ini dalam pemberian izin. Karena izin hanya dipakai sebagai alat mendapatkan retribusi dan pendapatan semata, bukan untuk melindungi dan mengendalikan dampak. “Hal ini terlihat nyata dengan pemberian izin tambang kepada ormas, yang jelas-jelas bukan untuk memperbaiki tata kelola pertambangan namun lebih terlihat sebagai upaya meredam kritik dan mendapatkan dukungan bagi kepentingan rezim,” ujarnya.
Ormas, apalagi yang berbasis keagamaan, menurut Fanny, tidak dibentuk untuk melakukan usaha pertambangan, sehingga tidak memiliki kapasitas untuk menjalankan usaha pertambangan yang kompleks. Pengolahan tambang memerlukan pengetahuan dan keterampilan teknis, serta pemahaman mendalam tentang dampak lingkungan dan sosial sejak fase eksplorasi hingga eksplotasi, bahkan sampai tata niaganya.