-
Menteri investasi Bahlil mengatakan, pada era sebelum 2018-2019, Indonesia hanya menguasai 10 persen saham Freeport. Namun, Presiden Jokowi berupaya mengambil sebagian saham-saham perusahaan asing yang mengelola kekayaan Indonesia. Karena itu, kata Bahlil, pembicaraan luar biasa tentang Freeport terjadi saban tahun.
"Akhirnya 2019 terjadi kesepakatan (Indonesia) membeli saham total 51 persen," kata Bahlil. "Sekarang Freeport sudah menjadi perusahaan Indonesia karena kita sudah mayoritas (pemegang saham)."
Bahlil juga mengatakan langkah Jokowi membeli saham Freeport tidak sia-sia. Sebab, kini nilai valuasi Freeport hampir US$ 20 miliar. "Rp 300 triliun," ujarnya.
Sebelumnya, Bahlil juga mengatakan kontrak Freeport perlu diperpanjang karena puncak produksi Freeport diperkirakan terjadi pada 2035. Jika kontrak tidak diperpanjang, Freeport tidak bisa melakukan eksplorasi karena terancam berhenti beroperasi.
"Produksinya habis dan eksplorasi underground itu butuh waktu 10 sampai 15 tahun," ujar Bahlil di Kementerian Investasi, Senin, 29 April 2024. "Kalau kita tidak melakukan perpanjangan (kontrak) sekarang, siap-siap aja 2040 Freeport tidak operasi."
Di sisi lain, Bahlil menilai perpanjangan kontrak Freeport bukan suatu masalah. Sebab, saat ini pemerintah sudah memegang saham Freeport sebanyak 51 persen. "Ini milik kita, kok. Barang kita, masak nggak boleh," kata dia.
TIM TEMPO
Pilihan Editor Kasus di Bea Cukai: setelah Denda Sepatu Adidas, kini Tas Hermes Dirobek