TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih Prabowo Subianto, yang akan dilantik pada Oktober 2024, belum mengumumkan postur kabinet dan orang-orang yang akan dipilihnya untuk menjadi menteri. Sempat beredar di media sosial daftar nama-nama menteri, namun hal itu dibantah partai pengusungnya, Gerindra.
"Kami tegaskan sekali lagi bahwa itu tidak benar, dan belum pernah dikeluarkan oleh Pak Prabowo Subianto dan timnya," kata Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu, 28 April 2024.
Meski belum jelas siapa yang akan duduk sebagai menteri dan program kabinet Prabowo, Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengingatkan bahwa pemerintahan baru jangan kemudian dengan mudah mengubah kurikulum pendidikan.
"Kita selalu belajar bahwa setiap ujung pergantian ada kurikulum baru. Nanti kemudian oleh kabinet baru dievaluasi," kata Ketua Umum PB PGRI Prof Unifah Rosyidi, di Semarang, Minggu, 28 April 2024.
Hal tersebut disampaikannya saat membuka Konferensi Kerja Provinsi V PGRI Jawa Tengah Masa Bhakti XXII yang berlangsung di Balairung Universitas PGRI Semarang.
Menurut Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu, perubahan atau pergantian kurikulum pendidikan sebenarnya tidak terlalu penting.
"Jadi, konteks kami tidak terlalu penting pergantian itu. Yang penting adalah bagaimana kurikulum itu dapat menggerakkan guru dan murid untuk dapat memperbarui dirinya," katanya, didampingi Ketua PGRI Jateng Dr. Muhdi.
Apalagi, kata dia, pergantian kurikulum pendidikan harus dilakukan didasari oleh kajian yang benar-benar matang.
Berkaitan dengan pemerintahan baru nantinya, Unifah juga berharap Menteri Pendidikan nantinya adalah sosok yang memiliki kecintaan kepada dunia pendidikan dan guru.
Ia mengatakan PGRI juga berupaya menyampaikan masukan kepada pemerintahan baru nantinya mengenai kriteria-kriteria ideal Menteri Pendidikan.
"Kami juga sedang berdiskusi untuk memberikan masukan secara tertulis. Lembaga kajian PGRI akan melakukannya," kata Unifah.
Kurikulum yang sekarang berlaku, dikenal sebagai Kurikulum Merdeka, digagas Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim. Ciri khas kurikulum ini adalah guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat pembelajaran sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat siswa.
Sejarah Panjang Kurikulum Pendidikan
Dalam penelitian Farah Dina Insani dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, kurikulum pendidikan di Indonesia sudah berubah 9 kali dari awal Kemerdekaan hingga tahun 2013, yang terdiri atas kurikulum tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan 2013.
Di awal masa Pemerintahan Presiden Jokowi, Kementerian Pendidikan tetap menggunakan Kurikulum 2013 yang disusun menteri pendidikan di era Presiden SBY, namun hanya menyempurnakannya dan disebut Kurikulum 2013-Revisi atak K-13 Revisi.
Kurikulum pertama pendidikan Indonesia dikenal sebagai Rencana Pelajaran 1947. Kurikulum ini disusun dengan tujuan politik yaitu menghilangkan sistem yang diterapkan oleh Belanda selama menjajah Indonesia. Tujuan utama dalam Rencana Pelajaran 1947 adalah pembentukan watak, kesadaran bernegara, dan kesadaran bermasyarakat.
Setelah itu, ada Kurikulum 1952 yang disebut Rencana Pelajaran Terurai merupakan penyempurnaan dari Rencana Pelajaran 1947. Dalam kurikulum ini, sudah mulai terbentuk sistem pendidikan nasional. Ciri khas dari kurikulum ini adalah penggunaan kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari materi pelajaran dan satu mata pelajaran hanya diajarkan oleh satu guru.
Kurikulum 1964, seperti dikutip dari Wikipedia, dirancang dengan tujuan memupuk pengetahuan akademik pada jenjang sekolah dasar. Selain itu, konsep pembelajaran menitikberatkan pada pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keterampilan, dan jasmani atau disebut Pancawardhana.
Dalam penerapan kurikulum itu proses pembelajaran dilakukan secara aktif, kreatif, dan produktif. Berdasarkan hal itu pemerintah menetapkan hari Sabtu adalah hari krida yakni memberi kebebasan bagi siswa berlatih berbagai kegiatan sesuai dengan minat dan bakatnya.
Berikutnya: Kurikulum di Zaman Orde Baru