TEMPO.CO, Paris - Saham perusahaan multinasional pemilik merek Gucci, Kering, merosot 15 persen pada Rabu lalu, 20 Maret 2024. Jebloknya saham perusahaan asal Prancis ini dipicu oleh anjloknya penjualan Gucci hingga 20 persen sebelumnya. Tantangan ekonomi di Asia, terutama di Cina menjadi penyebabnya.
Dengan penurunan harga saham Kering di awal sesi perdagangan itu, kapitalisasi pasar dengan nilai sekitar 7,9 miliar euro atau U$ 8,6 miliar menyusut. "Ini juga menyeret turun harga saham perusahaan barang mewah terkemuka lainnya seperti LVMH, dan Hermes," dikutip dari Reuters, pada Kamis, 21 Maret 2024.
Penjualan produk Gucci yang merosot itu sangat berdampak pada saham Kering. Sebab, Gucci selama ini menyumbang setengah penjualan grup Kering dan dua pertiga profit perusahaan.
Saat ini, label Gucci sedang menjalani perombakan desain di bawah pimpinan Sabato de Sarno. Perombakan dilakukan untuk mengungguli para pesaingnya, seperti Louis Vuitton dan Dior dari LVMH.
Kering memperkirakan penjualan grup akan turun sekitar 10 persen pada tiga bulan pertama tahun ini. Angka tersebut jauh lebih buruk dari ekspektasi konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 3 persen.
Kenapa Penjualan Gucci Jeblok?
Analis James Grzinic membeberkan sejumlah analisisnya soal penyebab penurunan penjualan Gucci. Ia menilai saat ini konsumen kurang menyukai produk-produk klasik dan lawas, seperti tas kulit mewah ciri khas Gucci.
Selain itu, harapan pemulihan di pasar Cina kandas karena adanya perlambatan ekonom, krisis utang di sektor properti utama, dan tingginya pengangguran kaum muda. Walhasil, pertumbuhan pasar barang mewah di Cina pun diperkirakan hanya satu digit pada tahun ini. Padahal tahun lalu, angkanya bisa mencapai 12 persen.
Sejumlah analis juga telah mencatat perbedaan nasib label-label fesyen kelas atas seiring dengan melambatnya pertumbuhan industri ini. Beberapa merek yang menyasar pada konsumen kelas atas, seperti Hermes dan LVMH, mengungguli pesaing-pesaing kecil seperti Burberry.
Sementara label asal Inggris yang sedang merombak merek telah memberikan prediksinya pada Januari lalu. Barcalys, misalnya, memperkirakan pertumbuhan perusahaan-perusahaan mewah kelas atas bakal sekitar 5 persen pada 2024.
Proyeksi pertumbuhan tersebut turun dari hampir 9 persen dibandingkan tahun lalu. Adapun prediksi penurunan pertumbuhan itu di antaranya karena konsumen muda yang cenderung menjadi lebih hemat di tengah kenaikan laju inflasi belakangan ini.
Pilihan Editor: Senin Depan, BEI Terapkan Full Call Auction di Papan Pemantauan Khusus