Lebih lanjut, pengamat pasar uang itu menyebut bahwa pada pekan ini ada data ekonomi AS yang baru, seperti data penjualan rumah, data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal IV 2023, data inflasi Core Personal Consumption Expenditure (PCE) Price, hingga data klaim tunjangan pengangguran mingguan. “(Data-data ini) bisa memberikan pertimbangan baru bagi pasar mengenai kebijakan moneter the Fed ke depan,” katanya.
Menurut dia, data yang menunjukkan pelambatan bisa mendukung kebijakan pemangkasan suku bunga. Begitu pula sebaliknya, apabila data tersebut menunjukkan perbaikan, dolar AS bisa kembali menguat.
Selain itu, data Purchasing Managers' Index (PMI) Cina bulan Februari yang dirilis Jumat depan, terutama sektor manufaktur, bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah jika hasilnya menunjukkan perbaikan dibandingkan bulan sebelumnya.
Konflik geopolitik di Timur Tengah dan Ukraina juga masih bisa mempengaruhi kekuatan dolar AS. Menurut Ariston, jika tensi kembali meninggi, maka indeks dolar bisa menguat lagi.
“Di awal pekan, mungkin rupiah bisa menguat ke arah Rp 15.520 hingga 15.500 per dolar AS, dengan potensi resisten Rp 15.600 per dolar AS,” ucap dia. Sementara sepanjang pekan depan, kata Ariston, ada peluang penguatan rupiah bisa ke arah level Rp 15.500 per dolar AS dan potensi resisten di kisaran level Rp 15.650 per dolar AS.
Pilihan Editor: Siap-siap, 6.000 ASN Segera Dipindahkan ke IKN, Ini Jabatan yang Berangkat