TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS Dimas Yuliharto mengatakan, banyaknya pencabutan izin usaha bank perekonomian rakyat (BPR) bukan menunjukkan pelemahan ekonomi. Sepanjang 2024 saja, tercatat bahwa Otoritas Jasa Keuangan atau OJK telah menutup izin usaha empat BPR.
"Dalam waktu 18 tahun terakhir, rata-rata 6 sampai 7 BPR tutup setiap tahun. Namun, tren tersebut bukan karena keadaan ekonomi yang buruk atau dampak ekonomi terhadap BPR," tutur Dimas kepada Tempo pada Senin, 19 Februari 2024.
Menurut dia, faktor utama dari likuidasi BPR adalah karena adanya aksi fraud internal bank. "Secara umum, karena tata kelola yang tidak baik, sehingga timbul fraud dan mengakibatkan tingkat kesehatan bank menurun dan negatif."
Kebangkrutan BPR, kata Dimas, tak berdampak besar terhadap perekonomian. Dalam hal ini, LPS siap menjamin dana masyarakat di BPR yang berakhir dengan pencabutan izin usaha. "Selama syarat penjaminan 3T dipenuhi oleh nasabah," ujarnya.
Dimas juga mengungkapkan tiga syarat yang harus dipenuhi agar dana masyarakat di BPR bisa dijamin oleh LPS. Pertama, tercatat dalam pembukuan bank. Kedua, tingkat bunga simpanan yang diterima nasabah tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS. Ketiga, tidak melakukan pidana yang merugikan bank.
Sebelumnya, OJK telah mencabut izin usaha Koperasi BPR Wijaya Kusuma, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto, PT BPR Usaha Madani Karya Mulia, hingga PT BPR Bank Pasar Bhakti.
Setelah izin usaha dicabut, maka BPR tersebut tidak bisa lagi menjalankan segala kegiatan usahanya. Penyelesaian hak dan kewajiban akan dilakukan oleh tim likuidasi yang dibentuk LPS, sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
Pilihan Editor: Garuda Indonesia Tebar Diskon Tiket Pesawat hingga 80 Persen, Tersedia Lebih dari 10 Ribu Kursi