TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga sipil di bidang transformasi energi, Trend Asia, menyoroti kawasan hilirisasi industri nikel di Indonesia yang diklaim oleh pemerintah Jokowi sebagai bagian dari agenda ekonomi hijau dan solusi dari krisis iklim.
Juru Kampanye Trend Asia Novita Indri mengatakan proyek strategis nasional (PSN) tersebut justru masih bergantung pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara sebagai tumpuan energi.
Novita menjelaskan ketergantungan hilirisasi nikel di Indonesia pada PLTU batu bara justru berdampak buruk pada lingkungan. Ia berujar pengeoperasian PLTU batu bara pada kawasan Industri Nikel Harita di Obi dan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park IWIP di Weda terus berlangsung setiap waktu tanpa henti.
"Bersamaan dengan itu, mulut cerobong PLTU terus menyemprot emisi pembakaran ke udara, yang dapat memperburuk kualitas udara serta menimbulkan penyakit bagi manusia, terutama terkena ISPA," ucap Novita dalam keterangan kepada Tempo, Senin, 29 Januari 2024.
Ia memaparkan di PT IWIP kapasitas eksisting PLTU batu bara saat ini sebesar 6.560 MW. Perusahaan juga berencana menambah kapasitas PLTU batu bara sebesar 760 MW sehingga total pengembangan menjadi 7.320 MW.
Disisi lain, ujar Novita, kasus ISPA pada sekitar kawasan tersebut tercatat naik. Data menunjukkan, tercatat pada 2020 kasus ISPA di Lelilef sebanyak 434 orang sedangkan pada 2022 naik menjadi 1.100 orang.
Sementara itu, kebijakan pemerintah menetapkan hilirisasi nikel sebagai Objek Vital Nasional membuat kawasan itu begitu ketat dijaga aparat TNI-Polri. Novita mengungkapkan penggunaan aparat keamanan negara ini juga menimbulkan konflik. Sebab, tindakan Kepolisian mengatasi para warga yang menolak atas nama Objek Vital Nasional di Halmahera Tengah, Maluku Utara yang dinilai represif.
"Kepolisian terus menerus menggunakan kekuatan berlebihan dalam menghadapi warga penolak," tutur Novita.
Ia menggarisbawahi bahwa tindakan represif yang dilakukan merupakan potret nyata atas pelanggaran hak hak konstitusional warga negara. Seharusnya, kata dia, negara hadir memberikan perlindungan terhadap warga negaranya bukan sebaliknya.
Dengan demikian, Trend Asia berharap program hilirisasi nikel yang saat ini berlangsung di Maluku Utara tidak dilanjutkan oleh presiden terpilih nanti. Pasalnya, proyek ini diyakini akan menambah daftar panjang kerusakan.
Sebaliknya, Trend Asia berharap pemerintah atau presiden terpilih nanti melakukan hilirisasi pada komoditas yang digeluti rakyat. Antara lain hilirisasi berupa cengkeh, kopra, pala, dan rempah lainnya, serta kekayaan laut, seperti ikan.
Dia menilai hal tersebut merupakan solusi yang dapat mendongkrak ekonomi warga lokal, sekaligus menjamin keberlanjutan lingkungan hidup. "Pemerintah juga harus memulihkan wilayah-wilayah krisis, terutama yang disebabkan oleh kebijakan hilirisasi ini," ucap Novita.
Pilihan Editor: BLT Terbaru Jokowi Rp 200 Ribu per Bulan untuk 18,8 Juta Keluarga, Anggaran Tembus Rp 11, 25 Triliun