TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara ikut bersuara perihal penyaluran bantuan sosial atau bansos pangan oleh Presiden Jokowi belakangan ini. Pertama, menurutnya, pemberian bansos tidak efektif untuk menurunkan harga pangan, terutama beras. Pasalnya, akar dari masalah harga beras adalah tingginya biaya produksi yang dihadapi oleh petani.
Pertama, menurutnya, pemberian bansos tidak efektif untuk menurunkan harga pangan, terutama beras. Pasalnya, akar dari masalah harga beras adalah tingginya biaya produksi yang dihadapi oleh petani.
"Jadi kalau solusinya adalah dengan bansos, jelas tidak tepat. Sementara anggaran subsidi pupuk dan permasalahan pupuknya juga belum bisa disesaikan," kata Bhima ketika dihubungi Tempo pada Rabu, 24 Januari 2024.
Bhima berpendapat, pemberian bansos adalah obat yang salah sasaran. Belum lagi, penyelewengan bansos yang dilakukan menjelang Pemilu. "Tujuannya tidak lain tidak bukan, ya sebagai bentuk sebenarnya membeli suara orang-orang miskin dengan kedok pemberian bansos. Jadi, bansos yang merupakan uang APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) itu diklaim sebagai belas kasih atau program dari salah satu calon."
Jika pemerintah ingin mengatur stabilisasi harga dan membantu daya beli masyarakat miskin, menurut dia, maka yang harus dibantu adalah biaya produksi pertaniannya.
Penyerahan bansos sebagai kedok kampanye ini, kata Bhima, tak mendidik dan menjadi sarana penyelewengan anggaran. Anggaran yang seharusnya digunakan sampai kepada penerima terakhir, namun justru salah sasaran. "Ternyata di tengah jalan ditempelin stiker, misalnya ya tadi untuk bansos. Jadi ini sebenarnya salah satu bentuk penyalahgunaan bansos," ucapnya.
Selanjutnya: Sebenarnya, kata Bhima, persoalan ini bisa disebut sebagai tindakan pidana....