"Kami berharap supaya pemerintah daerah dalam menyusun peraturan daerah mengenai kenakan pajak hiburan supaya memperhatikan kenaikan ini sesuai dengan kondisi dunia usaha, khususnya sektor hiburan saat ini," tutur dia.
Dengan begitu, sektor hiburan mampu berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah atau PAD. "Kami berharap supaya pajak hiburan itu tetap di angka yang saat ini sedang berlaku di 15-25 persen, untuk saat ini," ujar Sarman.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana mengatakan kenaikan tarif pajak hiburan tersebut merupakan dampak dari revisi Undang-Undang Hubungan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah alias UU HKPD yang terbit pada 2022.
Aturan itu membuat pajak hiburan jenis diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa terkena tarif batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Adapun alasannya karena hiburan jenis ini dinikmati oleh masyarakat tertentu, yaitu kelas menengah dan menengah ke atas.
Kenaikan pajak hiburan banyak diprotes oleh usaha industri hiburan. Bahkan, para pengusaha spa di Bali langsung mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat, 5 Januari 2024. Pengusaha spa ingin MK meninjau kembali posisi industri spa yang bukan termasuk jasa hiburan melainkan kebugaran atau kesehatan (wellness).
AMELIA RAHIMA SARI | MOH. KHORY ALFARIZI