TEMPO.CO, Jakarta - Calon Presiden nomor urut dua Prabowo Subianto berjanji bakal membangun pabrik hilirisasi yang menghasilkan produk turunan kelapa sawit jika menang dalam Pilpres 2024. Hal itu disampaikannya saat berkampanye di Gedung Olahraga Sudirman di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, Selasa, 9 Januari 2023.
"Kita tidak ingin hasil kekayaan alam kita dijual dengan harga murah. Kita akan hilirisasi kekayaan alam kita. Hasil tambang, mineral, kepala sawit. Di Indonesia khususnya Riau yang merupakan penghasil sawit, kita bangun pabrik pengelolaan kelapa sawit," ujar Prabowo di hadapan ribuan pendukungnya.
Prabowo menyayangkan selama ini Indonesia hanya mengekspor bahan baku kelapa sawit dengan harga murah. Oleh sebab itu, pabrik hilirisasi perlu dibangun agar produk-produk turunan bahan baku kelapa sawit nantinya memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
Ia yakin program hilirisasi tersebut bakal meningkatkan kesejahteraan petani dan menyasar masyarakat secara luas. "Kita harus berpihak kepada rakyat, terutama di lapisan paling lemah, para petani harus kita bantu, kemiskinan harus kita hilangkan dari Indonesia ini," ucap Prabowo.
Tak hanya itu, Prabowo juga berjanji bakal mewujudkan Indonesia yang mampu memproduksi mobil listrik sendiri karena generasi penerus bangsa dinilai mampu untuk melakukan itu. "Kita akan bikin mobil listrik, semuanya potensi itu ada di depan mata kita, saya yakin kita mampu melakukannya," kata dia..
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apakasindo) Moeldoko sebelumnya pernah membeberkan penyebab hilirisasi kelapa sawit saat ini yang masih rendah karena hanya berkisar 20-30 persen dari potensi yang ada.
"Untuk dapat memaksimalkan pengembangan industri sawit ke depan, ada tiga tantangan yang harus dapat kita jawab bersama-sama," ujar Moeldoko dalam Dialog Menata Masa Depan Kelapa Sawit Indonesia secara daring di Jakarta, Kamis, 16 November 2023.
Pertama, Moeldoko mengungkit soal masih rendahnya produktivitas sawit rakyat. Berikutnya, untuk menggenjot hilirisasi sawit, terkait dengan status lahan petani yang banyak masuk kawasan hutan. Ketiga, soal keberlanjutan usaha.
Saat ini, Moeldoko mencatat tandan buah segar (TBS) sawit rakyat masih berkisar 0,6 ton hingga 1,2 ton per hektare per bulan dengan kandungan CPO 2,8 ton sampai 3,4 ton per hektare per tahun. Angka itu sangat jauh bila dibandingkan dengan TBS kebun korporasi yang mencapai 4,2 ton sampai 4,5 ton CPO per hektare per tahun.
Menurut Kepala Staf Kepresidenan (KSP) ini, hilirisasi industri berbasis kelapa sawit Indonesia masih berada di level medium untuk minyak olahan atau refined oil. Sementara untuk hilirisasi lanjutan seperti biodiesel juga masih terbatas, apalagi yang berkaitan dengan oleochemical.
Padahal, kata Meldoko, luas perkebunan sawit Indonesia mencapai 16,4 juta hektare yang 42 persen di antaranya atau 6,87 juta hektare merupakan usaha perkebunan rakyat yang melibatkan 16 juta petani. Bila dilihat dari sisi ekspor, mayoritas atau sebanyak 73,8 persen ekspor produk pertanian pada 2022 disumbang oleh industri kelapa sawit.
ANTARA
Pilihan Editor: Kritik Ganjar ke Pemerintahan Jokowi: Masalah Hilirisasi, Poros Maritim Mandek, hingga BUMN Bangkrut