TEMPO.CO, Bandung - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membeberkan keberhasilan diplomasi Indonesia selama hampir satu dekade kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menelurkan 27 perjanjian perdagangan dan ekonomi.
Dua puluh tujuh perjanjian itu dituangkan dalam bentuk Preferential Trade Agreement (PTA), Free Trade Agreement (FTA), Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Hal tersebut disampaikan Menteri Retno dalam Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) 2024 di Gedung Merdeka, Bandung, pada Senin, 8 Januari 2024. Ia menyatakan sejumlah kerja sama itu dijalin Indonesia antara lain dengan Korea Selatan, Australia, Mozambik, Uni Emirat Arab, dan Cile.
“Selama hampir sepuluh tahun terakhir, diplomasi ekonomi menjadi prioritas utama. Tujuannya jelas yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi, memajukan kesejahteraan rakyat, dan meningkatkan kemandirian bangsa,” ujar Retno, Senin.
Dalam penjelasannya, diplomasi ekonomi yang dilakukan Indonesia terus berlangsung di tengah situasi dunia yang penuh tantangan. Sejumlah tantangan itu mulai dari perang dagang AS-Cina, pandemi Covid-19, hingga perang Rusia-Ukraina.
Adapun rivalitas geopolitik yang memanas, maraknya proteksionisme, dan pendekatan me-first policy turut menambah kompleks tantangan diplomasi ekonomi. Di tengah situasi serba sulit itu, kata Retno, diplomasi ekonomi Indonesia terus bekerja untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat.
Hal ini tercermin dari kinerja perdagangan Indonesia dengan dunia pada Januari-November 2023 mencapai US$ 439 miliar, atau meningkat 24 persen dibandingkan nilai perdagangan pada 2014 sebesar US$ 355 miliar.
Tak hanya itu, nilai investasi asing yang masuk ke Indonesia periode Januari-September 2023 senilai US$ 37 miliar juga naik 32 persen dibandingkan realisasi investasi asing sebesar US$ 28,5 miliar pada 2014.
Retno juga menyebut berbagai inisiatif baru yang diluncurkan untuk memperkuat kemitraan ekonomi dan pembangunan dengan berbagai kawasan, salah satunya Indonesia-Africa Forum (IAF) dan Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue (IAID) untuk kawasan Afrika. Hubungan dengan kawasan ini juga diperkuat dengan kunjungan Presiden Jokowi ke empat negara Afrika pada Agustus 2023, yang menghasilkan 33 kesepakatan senilai lebih dari US$ 4 miliar.
Selanjutnya, kata Retno, Indonesia juga menyelenggarakan Indonesia-Latin America and the Caribbean Business Forum (INA-LAC) untuk merangkul kawasan Amerika Latin dan Karibia, Indonesia-Europe Business Forum (IEBF) untuk kawasan Eropa, Indo-Pacific Forum for Development (IPFD) untuk kawasan Pasifik, serta KTT Archipelagic and Island States (AIS) Forum untuk negara pulau dan kepulauan.
Peran diplomasi ekonomi Indonesia juga dilakukan di forum PBB, G20, dan ASEAN. Bahkan, di forum PBB, Indonesia menginisiasi Resolusi Sidang Majelis Umum PBB 74/198 yang menetapkan 2021 sebagai Tahun Internasional Kreatif untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Presidensi Indonesia di G20 pada 2022, menurut Retno, pun menghasilkan berbagai kerja sama ekonomi konkret dengan 361 proyek negara G20 senilai total lebih dari US$ 71 miliar dan proyek yang melibatkan swasta Indonesia senilai lebih dari US$ 29 miliar .
Sementara ASEAN-Indo Pacific Forum (AIPF) di masa keketuaan Indonesia di ASEAN pada 2023 menghasilkan 93 proyek kerja sama senilai US$ 38,2 miliar, di mana US$ 13,5 miliar di antaranya di bidang kesehatan, pengolahan mineral, dan keuangan milik swasta Indonesia.
“Semua angka tersebut membuktikan bahwa selama sembilan tahun terakhir, diplomasi ekonomi Indonesia bekerja,” kata Menlu Retno.
ANTARA
Pilihan Editor: Anies Bilang Utang Luar Negeri Maksimal 30 Persen dari PDB, Prabowo: 50 Persen Nggak Masalah
