TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menjelaskan dampak dari diterbitkannya aturan baru pajak karyawan. Aturan itu termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi.
“Iya (aturan itu bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak),” ujar Prianto saat dihubungi pada Rabu, 3 Januari 2024.
Ujung dari pelaksanaan kewajiban pajak, dosen akuntansi dan perpajakan Universitas Indonesia itu mengatakan adalah kepatuhan sukarela (voluntary compliance). Sehingga compliance cost (biaya kepatuhan)—biaya wajib pajak dalam memenuhi persyaratan perpajakan yang dikenakan pada mereka oleh hukum dan otoritas tertentu—berkurang.
Selain itu, kata Prianto, dari sisi otoritas pajak, aturan yang diundangkan pada 27 Desember 2023 dan mulai berlaku 1 Januari 2024 itu bisa menurunkan administration cost (biaya administrasi). “Pengawasan kepatuhan pajak lebih sederhana karena Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dapat langsung mengecek perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) yang langsung dihitung dari penghasilan brutonya,” tutur Prianto.
Dia juga mengatakan sesuai konsiderans Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023, tujuan beleid tersebut adalah untuk kesederhanaan dan kemudahan penghitungan PPh Pasal 21 bagi wajib pajak. “Penerapan TER berlaku untuk masa Januari-November. Sementara itu, masa Desember, perhitungannya menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh,” kata Prianto.
Manajemen Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan juga sudah menjelaskan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 itu. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Ditjen Pajak Kemenkeu Dwi Astuti mengatakan tujuan diterbitkannya peraturan itu untuk memberikan kemudahan dalam penghitungan pajak terutang.
“Kemudahan tersebut tercermin dari kesederhanaan cara penghitungan pajak terutang,” ujar dia lewat keterangan tertulis dikutip pada Senin, 1 Januari 2023.
Menurut Dwi, sebelumnya, untuk menentukan pajak terutang, pemberi kerja harus mengurangkan biaya jabatan, biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari penghasilan bruto. Hasilnya baru dikalikan dengan tarif pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
“Dengan peraturan pemerintah ini, penghitungan pajak terutang cukup dilakukan dengan cara mengalikan penghasilan bruto dengan tarif efektif,” ucap Dwi.
Dia juga menjelaskan bahwa tidak ada tambahan beban pajak baru sehubungan dengan penerapan tarif efektif. Penerapan tarif efektif bulanan bagi pegawai tetap hanya digunakan dalam melakukan penghitungan PPh 21 untuk masa pajak selain Masa Pajak Terakhir.
Sedangkan penghitungan PPh 21 setahun di Masa Pajak Terakhir tetap menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh seperti ketentuan saat ini. Ditjen Pajak sedang menyiapkan alat yang akan membantu dalam memudahkan penghitungan PPh 21, yang dapat diakses melalui DJPOnline mulai Bulan Januari 2024.
“Selanjutnya pemerintah akan mengatur ketentuan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan yang saat ini dalam proses penyusunan tahap akhir,” tutur Dwi.
Pilihan Editor: Jokowi Teken Aturan Baru Pajak Karyawan, Bisa Menaikkan Penerimaan Pajak?