TEMPO.CO, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran atau FITRA meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan ke publik mengenai upaya pembenahan yang dilakukan untuk mengurangi risiko besarnya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat rangkap jabatan pegawai Kementerian Keuangan di sejumlah badan usaha milik negara atau BUMN.
Sebelumnya, pada Maret 2023 lalu, FITRA mempertanyakan praktek rangkap jabatan 39 pejabat Kemenkeu pada sejumlah BUMN, yang semestinya mendapatkan supervisi dari kementeriannya. FITRA menyebut bahwa pendapatan para pejabat Kemenkeu yang menjadi Komisaris BUMN mencapai 20 kali lipat dari gaji mereka setiap bulannya sebagai staf di kementerian. "Sudah delapan bulan sejak kami umumkan temuan tersebut. Kami berharap ada akuntabilitas," ujar Wakil Sekretaris Jenderal FITRA Ervyn Kaffah lewat keterangan tertulis dikutip Senin, 11 Desember 2023.
Menurut Ervyn, publik ingin tahu apa kebijakan yang sudah diambil Sri Mulyani untuk menangani situasi tersebut. Apalagi, kata dia, sebelumnya FITRA juga memantau bendahara negara pernah mengumpulkan dan memperoleh masukan dari sejumlah kalangan dengan integritas teruji merespon munculnya pertanyaan mengenai aliran dana Rp 400 triliun, termasuk soal rangkap jabatan tersebut, beberapa waktu lalu.
Ervyn mempertanyakan pembenahan yang dilakukan Sri Mulyani. Karena jika pejabat yang bergaji Rp 90-100 juta setiap bulan dibolehkan menjadi komisaris dan mendapat gaji lebih dari dua miliar sebulan. "Itu menabrak rasa keadilan, dan tugas Ibu Menteri memperbaiki situasi tersebut," ucap Ervyn.
Dia menuturkan selama masa kampanye Pemilu 2024 sekarang ini hingga hari Pilpres 2024 yang tidak lebih dari 60 hari lagi, supervisi dan pengawasan terhadap kerja BUMN harus lebih diperketat. Karena dalam momentum politik pemilihan, kinerja fiskal biasanya melambat, sehingga peran BUMN untuk ikut mendukung pertumbuhan ekonomi di masa-masa tersebut sangat penting.
Momentum politik, Ervyn berujar, selalu berbanding terbalik dengan kinerja fiskal, dan itu sering terjadi di daerah. Kualitas belanja pemerintah juga hingga saat ini masih buruk karena pengendalian kegiatan APBN/ APBD masih belum berjalan baik. Sehingga membutuhkan konsentrasi dari para pejabat Kemenkeu mengenai hal itu.
"Sri Mulyani dan pejabat Kemenkeu kami harapkan bisa lebih fokus dan ketat dalam mendorong dan mensupervisi kinerja BUMN," tutur dia. "Agar bisa mendukung kelemahan kontribusi belanja pemerintah kepada pertumbuhan ekonomi."
Menurut FITRA, berdasarkan data Kemenkeu sendiri, hingga 31 Oktober 2023, penyerapan belanja pemerintah baru mencapai angka sekitar 73 persen lebih. Artinya, dalam dua bulan pemerintah dipaksa untuk membelanjakan anggaran senilai 30 persen dari total APBN 2023 besarannya sekitar Rp 3.016 triliun. "Itu pekerjaan berat, dan membutuhkan konsentrasi dari pejabat kementerian keuangan. Karena praktis waktu untuk belanja pemerintah pusat dan daerah cuma 45 hari," kata Ervyn.
Sebelumnya, Sri Mulyani pernah menjelaskan soal pejabat Kemenkeu yang rangkap jabatan, seperti menjadi komisaris di perusahaan BUMN. Menurut dia, penunjukkan pejabat Kemenkeu sebagai komisaris BUMN biasanya didasarkan bahwa pemerintah sebagai pemegang saham utama BUMN. Namun, Sri Mulyani mengaku mempertanyakan alasan tersebut.
Dia termasuk orang yang tidak percaya dan tidak menyetujui bahwa karena Kemenkeu ultimate shareholder BUMN, lalu punya jatah komisaris. Apalagi kalau alasan rangkap jabatan itu adalah untuk menambah penghasilan jajarannya. “Kalau kayak gitu, enggak benar juga,” ujar Sri Mulyani dalam wawancara khusus dengan Tempo di kantornya, Jakarta Pusat, pada Jumat siang, 3 Maret 2023.
Meski begitu, dia setuju menugaskan jajarannya menjadi komisaris di BUMN jika diperlukan untuk mengawasi dan memberikan masukan kepada perseroan. Bendahara negara itu pun mengaku akan menagih laporan dari jajarannya yang menjadi komisaris, terutama apabila perusahaan yang diawasi merugi, kolaps, bahkan terjadi penyelewengan.
“Sejujurnya saya sudah bilang sama Pak Erick (Menteri BUMN Erick Thohir) bahwa saya tidak bisa naruh orang, kalau kemudian dia tidak melakukan pengawasan,” tutur Sri Mulyani.
Dia pun menyadari bahwa banyak hal di negara ini yang menimbulkan pro dan kontra. Namun, Sri Mulyani berujar, fokusnya saat ini adalah memperbaiki kementeriannya. “Kalau ada hal yang dirasa tidak adil, atau membuat suatu risiko jadi meningkat, ya kami coba untuk koreksi saja,” ucap dia.
Pilihan Editor: Pengamat Berharap Anies, Prabowo, dan Ganjar Arahkan Isu IKN ke Persoalan Kesejahteraan Rakyat