TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP) Ayip Said Abdullah menyebut, menyempitnya lahan pertanian yang ditunjukkan dengan meningkatnya petani gurem dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas pertanian.
BPS mencatat, jumlah petani gurem di Indonesia mengalami peningkatan dari 14,25 juta rumah tangga pada 2013 menjadi 16,89 juta rumah tangga pada 2023. Sedangkan, proporsi rumah tangga petani gurem terhadap total rumah tangga petani di Indonesia juga meningkat dari 55,33 persen pada 2013 menjadi 60,84 persen pada 2023.
Sebagai informasi, petani gurem merupakan rumah tangga yang yang mengelola atau memiliki tanah baik untuk pertanian maupun tempat tinggal dengan luas kurang dari 0,50 hektar.
“Sensus menunjukkan jumlah rumah tangga usaha pertanian pada semua sub sektor mengalami penurunan. Artinya makin banyak keluarga yang keluar dari sektor pertanian. Sebagian lagi dari keluarga yang punya lahan menengah kemungkinan dijual sebagian sehingga mereka jadi gurem,” ucap Ayip dalam keterangannya yang dikutip pada Rabu, 7 Desember 2023.
Dalam jangka panjang, kata Ayip, ada resiko besar mengenai penurunan luas lahan yaitu penurunan produksi. Dengan lahan yang kecil, produksi jadi terbatas. “Ditambah dengan pasar yang tidak menguntungkan akibatnya usaha yang dijalankan terus merugi, dan bila ditambah anak tidak mau melanjutkan usaha maka pilihan paling logis menjual lahan. Lahan yg dilepas besar kemungkinan digunakan untuk keperluan lain,” ucap Ayip.
Upaya membuka lahan pertanian baru